Petunjuk Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
PEMILIHAN
JURUSAN
DI PERGURUAN
TINGGI
Beberapa para orang tua mungkin saja
akan mengalami hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan pendidikan
putra-putrinya. Terutama setiap kali menghadapi tahun ajaran baru, banyak
diantara para orang tua yang ikut merasakan pusingnya dalam menentukan jurusan
bagi putra putrinya. Terutama bagi yang sudah menginjak kelas 3 SMA. Meskipun mereka
sudah lulus Ujian Nasional dengan hasil gemilang masih banyak tantangan
yang menghadang kita seperti merencanakan dan menentukan langkah
selanjutnya. Apakah mau masuk perguruan tinggi, apakah masuk program S1,
atau D3 serta jurusan apa yang dipilih, dsb. Mungkin beberapa diantaranya ada yang
sudah mengetahui apa bakat dan minatnya dan terbiasa mengambil keputusan
sendiri, sehingga tidak banyak mengalami kendala dalam memilih jurusan.
Yang sering menjadi permasalahan
adalah banyak siswa SMA yang sulit mengambil keputusan karena tidak tahu
apa bakat dan minatnya, dan banyak yang belum menemukan potensi dirinya,
sehingga agak kesulitan ketika harus memilih jurusan dan perguruan
tinggi. Belum lagi gaya ikut-ikutan teman agar ketika kuliah sudah
memiliki teman yang telah dikenal, atau juga karena mengikuti pacar. Diantara
orang tua ada pula yang mencoba memaksakan anak memilih jurusan yang diingnkannya,
bukan kemauan dan minat anaknya. Tentu saja kondisi seperti ini akan
memberi dampak pada keputusan anak itu sendiri. Mereka akan semakin bingung, di
satu sisi tidak mempunyai minat, tetapi di sisi lain keinginan orang tua yang
tidak sejalan.
Sebenarnya pandangan ini perlu
ditinjau ulang karena memilih suatu jurusan bukanlah persoalan yang
mudah. Dalam memilih jurusan, siswa perlu memperhitungkan beberapa faktor
seperti kemampuan, minat, bakat, kepribadian, dll. Salah memilih jurusan
punya dampak yang signifikan terhadap kehidupan anak di masa mendatang.
Apa saja dampaknya ?
Problem
Psikologis.
Mempelajari
sesuatu yang tidak sesuai minat, bakat dan kemampuan, merupakan pekerjaan
yang sangat tidak menyenangkan, apalagi kalau itu bukan kemauan/pilihan
anak, tapi desakan orang tua. Belajar karena terpaksa itu akan sulit
dicerna otak karena sudah ada blocking
emosi. Kesal, marah, sebal, sedih, itu semua akhirnya memblokir
efektivitas kerja otak dan menghambat motivasi.
Memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan minat diri juga punya dampak psikologis,
yakni menurunnya daya tahan terhadap tekanan, konsentrasi dan menurunnya daya
juang. Apalagi kalau pelajaran kian sulit, masalah semakin bertambah,
bisa menyebabkan kuliah terancam terhenti di tengah jalan.
Problem
Akademis.
Yang
bisa terjadi jika salah mengambil pilihan, seperti prestasi yang tidak
optimal, banyak mengulang mata kuliah yang berdampak bertambahnya waktu
dan biaya, kesulitan memahami materi, kesulitan memecahkan persoalan,
ketidakmampuan untuk mandiri dalam belajar, dan buntutnya adalah
rendahnya nilai indeks prestasi. Selain itu, salah memilih jurusan bisa
mempengaruhi motivasi belajar dan tingkat kehadiran. Kalau makin sering
tidak masuk kuliah, makin sulit memahami materi, makin tidak suka dengan
perkuliahannya akhirnya makin sering bolos. Padahal, tingkat kehadiran
mempengaruhi nilai.
Problem
Relasional.
Salah
memilih jurusan, membuat anak tidak nyaman dan tidak percaya diri. Ia
merasa tidak mampu menguasai materi perkuliahan sehingga ketika hasilnya
tidak memuaskan, ia pun merasa minder karena merasa dirinya bodoh, dsb
hingga dia menjaga jarak dengan teman lain, makin pendiam, menarik diri
dari pergaulan, lebih senang mengurung diri di kamar, takut bergaul
karena takut kekurangannya diketahui, dsb. Atau, anak bisa jadi agresif
karena kompensasi dari inferioritas di pelajaran. Karena dia merasa
kurang di pelajaran, maka dia berusaha tampil hebat di lingkungan sosial
dengan cara misalnya: mendominasi, mengintimidasi anak yang dianggap lebih
pandai, dsb.
Bagaimana
Memilih Jurusan Agar Tepat?
Memilih
jurusan pada dasarnya merupakan sebuah proses yang sudah dimulai sejak
masa anak-anak. Kesempatan, stimulasi, pengalaman apa saja yang diberikan
pada anak sejak kecil secara optimum dan konsisten, itu akan menjadi
bekal, modal dan fondasi minat dan bakatnya. Makin banyak dan luas
exposure-nya, makin anak tahu banyak tentang dirinya, tapi makin sedikit
exposure nya, makin sedikit juga pengetahuan anak tentang dirinya.
Menurut Gunadi et al (2007), ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemilihan jurusan agar jurusan yang dipilih
tepat, yaitu: Mencari informasi secara detil mengenai jurusan yang
diminati. Sebelum memilih jurusan, hendaknya anak punya informasi yang
luas dan detil, mulai dari ilmunya, mata kuliahnya, praktek lapangan,
dosen, universitasnya, komunitas sosialnya, kegiatan kampusnya, biaya,
alternative profesi kerja, kualitas alumninya, dsb. Menyadari bahwa
jurusan yang dipilih hanya merupakan salah satu anak tangga awal dari
dari proses pencapaian karir. Anak
perlu tahu realitanya, bahwa jurusan yang dipilih tidak menjamin
kesuksesan masa depannya. Jangan dikira bahwa dengan kuliah di jurusan
tersebut maka hidupnya kelak pasti sukses seperti yang di iklankan.
Alangkah baiknya jika orang tua bisa membantu anak
mencari informasi mengenai sekolah-sekolah yang berkualitas dan
membiarkan anak melihat plus minusnya secara kongkrit. Diskusikan secara terbuka
faktor apa saja yang jadi potensi kendala dan bagaimana strategi
solusinya. Dengan demikian, akan tercipta komunikasi yang terbuka dan
positif, anak merasakan dukungan dan komitmen orang tua, sehingga anak
pun diharapkan tergugah untuk menjaga komitmen dan keseriusannya terhadap
pilihan studinya. Mengoptimalkan peran social
network Punya banyak teman dan luasnya jaringan sosial bisa
memberikan keuntungan positif. Baik orang tua maupun anak bisa saling
bertukar informasi dengan yang lain mengenai segala sesuatu yang berkaitan
dengan pilihan studi. Kalau mencari sendiri butuh waktu yang lama, maka
kalau saling bertukar informasi, tentu akan lebih efektif dan efisien.
Namun yang perlu diingat adalah bahwa orang tua tetap harus obyektif dan
rasional, karena salah-salah jadi mudah terpengaruh dan terikut pendapat
orang yang belum tentu benar. Yang kita cari adalah informasi faktual
bukan gossip-nya. Tak dapat dipungkiri bahwa untuk memilih suatu jurusan
dibutuhkan pertimbangan yang matang serta kemampuan untuk mengenali
kelebihan dan kekurangan diri. Seiring dengan eksplorasi minat dan bakat,
anak pun perlu di arahkan untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab
atas pilihannya. Anak perlu diajarkan untuk mandiri dan mampu memotivasi
diri sendiri, disiplin, dan serius belajar sebagai perwujudan dari
komitmen atas pilihan hidupnya. Jika menjumpai kendala, tidak mudah putus
asa apalagi berhenti di tengah jalan atau ganti
haluan. .
Dipastikan
saja, bahwa pilihan anak bukanlah karena ambisi orang tua, atau karena
kecemasan dan cara berpikir yang keliru dalam mempersepsi masa depan
anak. Misalnya, anak memilih jurusan sastra karena mampu dan sesuai
minat, tapi tidak disetujui orang tua karena menurut mereka, akan susah
cari kerja. Orang tua perlu memastikan saja, apa motivasi anak memilih
jurusan yang dia inginkan. Mengajak anak menganalisa motivasi dan alasan,
akan lebih menguntungkan karena anak akan mencoba menerapkan cara
berpikir analitis yang serupa ketika memilih dan memilah jurusan yang
lain. Ajak anak untuk mencari contoh kongkrit (orang yang sudah lebih
dahulu kuliah dan atau kerja) dari dampak salah memilih karena
sebab-sebab tertentu, misalnya : pengaruh teman, suruhan orang tua,
asumsi yang keliru.
LANGKAH-LANGKAH
DALAM MENENTUKAN JURUSAN :
1. Kenali
minat dan bakat. Tetapkan
keinginan Anda terhadap jurusan tertentu, tapi harus
Anda sesuaikan dengan minat kemampuan Anda. Misalnya ketika SMA Anda tidak
terlalu menyukai pelajaran kimia, maka jangan sekali-sekali memilih jurusan Teknik Kimia, Ilmu Kimia atau Kedokteran Umum.
Usahakan mensejajarkan antara minat dan keinginan Anda, misalnya karena Anda
suka akan kreatifitas dan seni, maka ada baiknya Anda memilih jurusan
Arsitektur, Desain Grafis, Desain komunikasi Visual atau Desain Interior,
karena di sana skill Anda akan lebih digali dan diarahkan.
2. Berpikir
Realistis. Anda harus berpikir realistis. Jangan terlalu
idealis. Tanpa bermaksud mendeskreditkan jurusan-jurusan
tertentu, ketika Anda sangat menyukai seni berpuisi atau tertarik dengan
kajian-kajian islam, Anda tidak perlu serta merta kemudian memilih jurusan sastra Indonesia atau sastra Arab. Namun Anda bisa
menjalankan ketertarikan Anda tersebut di luar banku kuliah,
misalnya mengikuti komunitas bahasa atau kajian-kajian islam di universitas.
Mengapa? Karena lapangan pekerjaan sejenis jurusan-jurusan
tersebut, sangat sulit diperoleh. Bukankah tujuan Anda kuliah
adalah untuk memperoleh pekerjaan?
3. Kenali
Pesaing. Mengenali pesaing dapat Anda lakukan melalui try-out yang sering
diadakan oleh beberapa lembaga belajar di kota Anda. Setelah itu ukur tingkat
persaingan dengan perbandingan minat terhadap fakultas di perguruan tinggi
terkait, yang bisa Anda peroleh dari guru sekolah atau guru bimbingan belajar.
Misalnya, Arsitektur UGM daya tampung 40 orang dengan peminat 1600 orang,
berarti Anda harus menganyingkirkan 40 orang pesaing untuk bisa diterima
disana. Perhatikan daya tampung suatu jurusan di perguruan tinggi
favorit. Pada umumnya memiliki kuantitas yang terbatas dan diperebutkan oleh
banyak orang. Jangan membebani diri anda dengan target untuk berkuliah di
tempat tertentu dengan jurusan tertentu yang favorit. Anda bisa stres jika
kehendak anda tidak terpenuhi. Buat banyak pilihan tempat kuliah beserta
jurusannya.
4. Pahami
Jejaring Perguruan Tinggi Tujuan (Campuss
Networking). Carilah informasi lebih jauh tentang jejaring
kampus tujuan Anda, apakah ia memiliki link
khusus dengan suatu perusahaan tertentu? apakan lulusannya punya jaringan
kuat di perusahaan-perusahaan besar ? Misalnya Freeport banyak
merekrut mahasiswa lulusan geologi dari Universitas Pembangunan Nasional
‘Veteran’ Yogyakarta, PT. Astra International kebanyakan merekrut mahasiswa
dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Univesitas Pajajaran ( Unpad ) Bandung atau
Perusahaan Swasta Asing yang cenderung merekrut mahasiswa lulusan Institut
Teknologi Bandung (ITB), dsb.
5. Lokasi
dan Biaya. Bagi orang yang hidup dalam ekonomi atas, memilih
jurusan tidak akan menjadi masalah. Biaya yang nantinya harus ditanggung dapat
diselesaikan dengan mudah baik dari pengeluaran studi, biaya hidup, lokasi
tempat tinggal, dan lain sebagainya. Bagi masyarakat golongan menengah ke
bawah, lokasi dan biaya merupakan masalah yang sangat diperhitungkan. Jika dana
yang ada terbatas maka pilihlah lokasi kuliah yang dekat dengan tempat tinggal
atau lokasi luar kota yang memiliki biaya hidup yang rendah. Pilih juga tempat
kuliah yang biaya pendidikan tidak terlalu tinggi. Jika dana yang ada nanti
belum mencukupi, maka carilah beasiswa, keringanan, pekerjaan paruh waktu atau
sponsor. Jangan jadikan pula uang sebagai faktor penghambat masa depan anda.
6. Tren.
Tren yang dimaksud di sini bukan tren lapangan kerja saat ini, tepi tren
lapangan kerja 5 sampai 10 tahun kedepan. Kemampuan membaca tren 5-10 tahun
kedepan Anda perlu miliki atau setidaknya minta pertimbangan orang tua atau
guru Anda. Tren ini dipergunakan untuk memprediksi lapangan pekerjaan apa yang
akan booming
atau naik daun setelah Anda lulus kuliah nanti, sehingga
diharapkan Anda akan mudah mencari pekerjaan. Misalnya, ketika tahun 1995/1996,
dimana bisnis property tengah booming, banyak siswa SMA memilih jurusan-jurusan sektor riil seperti teknik arsitektur/teknik
sipil. Namun apa yang terjadi 5 tahun kemudian? Krisis moneter yang dimulai
pada tahun 1998 memporakporandakan sektor riil yang berdampak pada banyaknya
perusahaan property yang gulung tikar. Dimana imbas yang dirasakan ketika itu
adalah banyaknya mahasiswa lulusan Teknik Arsitektur/Teknik Sipil yang sulit mencari
pekerjaan. Walaupun, saat ini kondisi sudah kembali normal. Jurusan
yang tidak mengenal ‘tren sesaat’ namun sekaligus juga ketat persaingannya
ketika Anda mencari pekerjaan adalah jurusan-jurusan
‘netral’ seperti Ekonomi, Hukum, Fisip, Informatika dan Geologi.
Memilih secara tergesa-gesa tanpa memperhitungkan
segala aspek akan berakibat fatal mulai dari kesadaran yang terlambat bahwa
jurusan yang diambil tidak sesuai dengan kepribadian sampai pada drop out (DO)
atau dikeluarkannya seorang mahasiswa-mahasiswi karena dinyatakan tidak mampu
mengikuti pendidikan yang diikutinya
test
BalasHapus