BOOK REPORT: MAHAKARYA RAKYAT INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pancasila bukanlah pilar, seperti yang kita
kenal selama ini, melainkan dasar bangsa. Pancasila merupakan dasar kebangsaan
kita, tempat dimana seluruh pilar, bangunan, atap, dan sendi-sendi kehidupan
kebangsaan kita berdiri tegak, kokoh, dan kuat diatas dasar tersebut, yakni
pancasila. Pancasila adalah mahakarya paling agung yang penah dilahirkan oleh
rakyat Indonesia, yang tak akan pernah lahir lagi mahakarya lainya, dan tak
akan tergantikan oleh yang lain, kecuali Indonesia sendiri bubar sebagai
negara.
Pancasila adalah ruh yang mendasari
seluruh pilar kebangsaan. Kita tidak akan hidup di negara ini jika kita tidak
mengakui Pancasila dan mengingkari ajaran-ajarannya. Sebagai muslim kita berpegang
teguh pada ajaran al qur’an dan sunnah nabi, tetapi sebagai warga negara
Indonesia, kita berkewajiban mengamalkan ajaran-ajaran pancasila.
Untuk itulah, penulis memilih melaporkan
buku yang berjudul “Mahakarya Rakyat Pancasila: Renungan Kritis Pancasila
Sebagai Pilar Bangsa” yang diharapkan bisa memberikan keyakinan kepada masyarakat.
Bahwa sebenarnya, Pancasila bukanlah pilar kebangsaan. Akan tetapi, Pancasila
merupakan ruh yang melandasi kehidupan berwarganegaraan Indonesia.
B.
Identitas
Buku
Buku ini berjudul
”Mahakarya Rakyat Indonesia: Renungan Kritis Pancasila sebagai Pilar Bangsa”
karya Hayono Isman edisi ke-1, diterbitkan pada tahun 2013 di Yogyakarta
penerbit LKis, jumlah halamannya adalah 148 halaman, tebal bukunya adalah 1 cm,
ukuran bukunya lebar 14, 5 cm dan panjang buku 21 cm, jilid bukunya berwarna
putih dengan gambar manusia Indonesia dengan berpakaian seperti seorang
presiden mengenakan peci berdiri di antara tiang bendera dan tugu yang
menggambarkan Pancasila. Di bawah ini adalah gambar dari sampul buku.
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pancasila sebagai
ideologi bangsa
2.
Untuk mengetahui empat pilar penopang
ideologi Pancasila
3.
Untuk mengetahui penerapan Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
BAB
II
KERANGKA
ISI BUKU
Kerangka isi buku ini terdiri dari lima bab, di bab
pertama membahas tentang pengantar yang ditulis oleh penulis dari buku ”Mahakarya
Rakyat Indonesia: Renungan Kritis Pancasila Sebagai Pilar Bangsa”, yang tiga
bab-nya mengupas tentang kepancasilaan
Indonesia yang diungkapkan oleh Hayono Isman yang memaparkan Pancasila
Sebagai Ideologi bangsa, empat pilar penopang ideologi Pancasila, serta
pemikiran-pemikiran strategis. Dan satu bab lainnya adalah penutup yang
memaparkan inti dari seluruh bab sebelumnya. Dapat diperinci sebagai berikut:
Kerangka isi buku
Bab I Pengantar
Bab II Pancasila
Sebagai Ideologi Bangsa
Bab III Empat
Pilar Penopang Ideologi Pancasila
Bab IV Pemikiran-Pemikiran
Strategis
Bab V Penutup
BAB
III
RINGKASAN
ISI BUKU
A.
Bab I Pengantar
“Bangsa yang tidak percaya kepada
kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa
yang merdeka.”
Soekarno, Pidato HUT Proklamasi
Kemerdekaan RI, 1963.
Membicarakan
Pancasila, apakah Pancasila hanya dikaji sebagai objek keilmuan semata, ataukah
Pancasila akan dijadikan rujukan pandangan hidup, ideologi bahkan sistem dan
struktur ketatanegaraan untuk mempelajari dan menjalani kehidupan berbangsa dan
bernegara?
Mempertermukan
kedua aspek tersebut tentu sangat urgen mengingat hampir selalu saja ada
pertanyaan kenapa terjadi kesenjangan yang begitu lebar antara idealitas ajaran
Pancasila yang diyakini yaitu sakti dan modern, dan sisi lain realitas perilaku
kebangsaan, terutama elit-elit politik, yang sering kali berseberangan dengan
ajaran Pancasila.
Kenyataan
ini bagaimanapun juga harus menjadi perhatian kita bangsa Indonesia karena
Pancasila adalah satu-satunya dasar ideologi Negara dan telah disepakati
sebagai common platform kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan. Terkait hal ini, Bung Hatta (1977: 19), salah
seorang founding father bangsa Indonesia, pernah mengingatkan bahwa :
“Dalam kehidupan sehari-hari (ketatanegaraan) Pancasila itu hanya diamalkan
dibibir saja. Tidak banyak manusia Indonesia yang menanam (ketatanegaraan)
Pancasila itu sebagai keyakinan yang berakar dalam hatinya. Orang lupa bahwa
kelima sila itu berangkaian, tidak berdiri sendiri.”
Memasuki
era reformasi sekarang ini, yang identik dengan era demokrasi dan keterbukaan,
kenyataannya malah menunjukkan wajah yang semakin muram.Situasi paling mengerikkan
dan amat transparan adalah praktik-praktik yang merugikan bangsa dan
praktik-praktik korupsi yang endemik. Dapat dikatakan ini jelas-jelas melanggar
fitrah kita sebagai manusia yang berpancasila.
Di
luar itu, kekerasan atas nama agama dan moralitas ucapkali terjadi.
Kelompok-kelompok keagamaan radikal ucapkali memaksakan kehendaknya terhadap
kelompok-kelompok lain melalui cara-cara kekerasan dan bisa mengancam keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena
itulah, Pancasila dan kemajemukan bangsa yang sejatinya menjadi kekuatan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sedang dalam pertaruhan. Inilah semangat dan
misi utama penulis menulis buku ini.
Menengok situasi
keprihatinan terhadap kondisi politik kebangsaan belakangan ini, Bapak Ketua MPR RI, Bapak Taufiq Kiemas pernah
menyampaikan gagasan yakni empat pilar kebangsaan. Keempat pilar tersebut
adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
Bhinneka Tunggal Ika.
Penulis
menyambut baik dan apresiatif atas ide cemerlang dari Pak Taufiq tersebut di atas.
Penulis memiliki tanggung jawab penuh dalam menyosialisasikan empat pilar
kebingsaan tersebut yang didukung pula oleh posisi penulis saat itu sebagai
anggota Komisi 1 DPR RI periode 2009-2014 yang diberi amanat untuk berdialog
dengan rakyat melalui pencerahan wawasan kebangsaan dan penulis mengerti betul
kegelisahan sekaligus harapan rakyat.
Menurut penulis
(Hayono Isman), Pancasila bukanlah pilar kebangsaan, melainkan lebih tepatnya
sebagai fondasi kebangsaan. Dengan bahasa lain, Pancasila merupakan dasar
kenegaraan kita, tempat di mana seluruh pilar, bangunan, atap, dan sendi-sendi
kehidupan kebangsaan kita berdiri tegak, kokoh, dan kuat di atas fondasi
tersebut, yaitu Pancasila.
Keempat pilar
kebangsaan yang penulis maksudkan dan pahami adalah Proklamasi 17 Agustus 1945,
UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Di sini letak perbedaan perspektif
penulis dengan Pak Taufiq dalam memahami Pancasila dan empat pilar kebangsaan.
Pada prinsipnya,
dari konsepsi pemahaman penulis, beliau memahami dan meyakini bahwa Bung Karno
dan para founding fathers kita tidak
secara tiba-tiba menyusun rumusan-rumusan Pancasila. Apalagi jika kembali pada
sejarah kelahiran Pancasila berdasarkan pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945,
yang kemudian disebut sebagai hari kelahiran Pancasila.
Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara adalah Pancasila sebagai dasar dari
penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia. Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara ini sesuai dengan apa yang tersurat dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 antara lain menegaskan : “….., maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Itulah
argumentasi yang menjelaskan mengapa penulis memosisikan Pancasila sebagai
dasar negara, dan Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai salah satu dari empat
pilar kebangsaan. penulis mengakui dirinya menulis buku ini baru sebatas
pengantar awal, pengantar gagasan tentang wacana pemikiran atas Pancasila yang
akhir-akhir kian marak diperbincangkan.
Penulis
akhir-akhir ini menangkap semacam “gangguan” terhadap nilai-nilai Pancasila
sebagai falsafah kehidupan bangsa, yang selain berasal dari luar anehnya
berasal dari dalam negeri sendiri. Apalagi diera demokrasi dan keterbukaan ini,
apapun memang bisa datang dan terjadi di Indonesia.
Sisi positif
dari era ini, rakyat bisa menguji secara langsung keberadaan Pancasila sebagai
ideologi dan fondasi kenegaraan kita. Namun, selain demokrasi membawa sisi
positif di Indonesia, demokrasi juga membawa masalah baru menjadi kenyataan
bahwa didalamnya menurut penulis, demokrasi sudah dimasuki ekonomi liberal.
Dalam bidang
ekonomi, dengan mengatasnamakan demokrasi dan keterbukaan siapapun sebenarnya
berhak memasuki pasar Indonesia. Tetapi, bangsa Indonesia justru terjebak
didalamnya. Misalnya, negara kita mengundang investor dengan alasan supaya
lapangan pekerjaan terbuka lebar bagi rakyat. Nyatanya, rakyat Indonesia digaji
sangat murah. Padahal rakyat Indonesia terkenal ulet, terampil, dan jujur. Hal
inilah yang menyebabkan martabat bangsa jatuh di mata dunia. Tidak hanya dalam
bidang ekonomi saja, dalam bidang budaya, bidang agama, dan bidang politik nama
demokrasi sudah salah dipergunakan sehingga terjadilah berbagai peristiwa yang
tidak diinginkan.
Penulis
berharap, dengan penulisan buku ini, para pembaca dan masyarakat Indonesia
menjadi lebih mengerti apa dan bagaimana sikap, keberpihakan, dan pandangan
politik sang penulis, khususnya yang berkaitan dengan Pancasila sebagai
satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lebih-lebih ditengah
krisis multidimensi yang berat mendera bangsa Indonesia
B.
Bab
II Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Penulis ingin
mempertegas kembali pengertian ideologi yang dimaksudkan. Dapat dikatakan bahwa
Pancasila adalah ideologi negara. Yakni ideologi dalam pengertian sebagai
kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap
menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik secara individu maupun
sosial.
Dengan
pengertian di atas, Pancasila bisa disebut sebagai common platform atau kalimatun
sawa’ dalam bahasa gamanya. Pancasila merupakan kekayaan ruhani, moral, dan
budaya bangsa, dan buka hanya sebatas keyakinan ideologis sekelompok orang.
Karena sifat common platform itulah
Pancasila mampu menjamin kebebasan dan pluralitas, sehingga bisa diterima seluruh
warga masyarakat dari berbagai latar belakang budaya, etnis, dan agama.
1. Akar Kesejarahan Pancasila
Dalam
ranah kesejarahan kebangsaan Indonesia, menurut penulis, nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila itu sudah ada dan tertanam dalam kehidupan
masyarakat pertama yang menghuni negeri ini.
Seiring
dengan perkembangan zaman, masyarakat terus berkembang semakin besar dan
majemuk. Kepercayaan, agama, dan budaya mengambil posisi yang sangat vital
terhadap perubahan masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat sederhana
terhadap pohon-pohon dan batu besar, sungai, ngarai, dan lautan, karena
pergaulan dunia, maka mengalami transformasi sebagai akibat masuknya
agama-agama, baik itu Hindu, Budha, Kristen, maupun Islam. Poin terpenting yang
dimaksudkan adalah fakta sejarah bahwa semua penduduk negeri ini, sejak awal
keberadaannya sudah percaya akan adanya kekuasaan adi kodrati (Tuhan).
Pada
masa kerajaan Majapahit misalnya, Mpu Tantular merumuskan sebuah pedoman hidup
dalam bermasyarakat yang dia sebut Pancakrama; tidak boleh melakukan kekerasan,
tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh berbohong dan
tidak boleh mabuk minuman keras. Pada perkembangan selanjutnya, nilai-nilai
Pancasila yang sudah ada dan tumbuh tersebut kemudian terkritalisasi ke dalam
rumusan-rumusan oleh para tokoh bangsa Indonesia. Adalah Moh. Yamin, Soekarno,
dan lain-lain yang mencoba mengajukan rumusan-rumusannya dalam sidang BPUPKI
dan PPKI.
Moh.
Yamin mengusulkan rumusan masalah yang disampaikan secara lisan, yaitu
perikebangsaan, perikemanusiaan, periketuhanan, perikerakyatan, dan
kesejahteraan. Sedangkan rumusan secara tertulisnya adalah :
1) Ketuhanan
yang Maha Esa
2) Persatuan
Indonesia
3) Rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab
4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
5) Keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Sementara itu, Soekarno mengajukan ulasan rumusan
yang terdiri dari lima sila, yaitu:
1) Nasionalisme
2) Internasionalisme
3) Mufakat/demokrasi
4) Kesejahteraan
sosial
5) Ketuhanan
yang berkebudayaan
Setelah siding pertama pada tanggal 1 Juni 1945,
para anggota BPUPKI bersepakat untuk membentuk panitia kecil yang tugasnya
adalah menampung usulan-usulan yang masuk dan memeriksa serta melaporkan kepada
siding pleno BPUPKI. Masing-masing anggoa diberi kesempatan mengajukan usulan
secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Anggota
panitia kecil itu terdiri dari 8 orang, yaitu Soekarno, Ki Bagus Hadi Kusumo,
KH. Wahid Hasyim, Mr. Moh Yamin, M. Sutardjo Kartohadi Kusumo, Mr. A.A Maramis,
R. Otto Iskandar Dinata, dan Moh. Hatta.
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan
lagi antara panitia kecil dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di
Jakarta. Hasil yang dicapai menyetujui dibentuknya sebuah panitia kecil
penyelidik usulan para perumus dasar negara, yang terdiri atas 9 orang. Panitia
kecil yang beranggotakan Sembilan orang itu pada tanggal itu juga melanjutkan
siding dan berhasil merumuskan calon Mukadimah hukum dasar atau yang kita kenal
sebagai “Piagam Jakarta”, yang di dalamnya terdapat rumusan dasar negara
Pancasila, yaitu (1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan
Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian, sampai sehari setelah proklamasi
kemerdekaan, PPKI mengadakan siding. Dalam hal ini, Moh. Hatta mengemukakan
adanya utusan perwakilan dari Indonesia Timur yang dating menemuinya. Intinya
mereka menyatakan keberatan dan penghapusan atas pernyataan dalam Pembukaan
UUD 1945 pada alinea keempat seperti di
atas. Jika pernyataan ini tidak dihapus, maka rakyat Indonesia Timur memilih
untuk memisahkan diri dari NKRI. Kemudian, rumusan tersebut diganti dengan
“Ketuhanan yang Maha Esa.”
Dapat disimpulkan, rumusan dasar negara Indonesia
setelah terjadinya perombakan pada alinea ke 4. Sila pertama, Ketuhanan yang
Maha Esa. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ketiga, Persatuan
Indonesia. Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan. Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Teks Pancasila yang berhasil dirumuskan para pendiri
bangsa pada 1945, hanyalah pembakuan dari nilai-nilai, ruh dari kehidupan
masyarakat Indonesia, yang kemudian ditetapkan sebagai dasar negara sebagai
syarat berdirinya sebuah negara.
2. Pancasila: Pandangan Hidup,
Kepribadian, dan Dasar Negara
Pancasila
adalah pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila adalah Ideologi dan dasar
negara Indonesia yang darinya terbentuk pilar-pilar kebangsaan Indonesia.
Pilar-pilar ini menjadi penopang berdirinya Indonesia. Dengan pandangan hidup
yang jelas suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana memecahkan
masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang timbul dalam gerak
masyarakat yang semakin maju dan berkembang.
Indonesia
adalah tempat membuncahnya keragaman ideologi masyarakat. Masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangannya. Demikian juga Pancasila. Tetapi melalui
kristalisasi dan renungan yang mendalam dari para founding fathers kita,
Pancasila berhasil dikeluarkan dari sekat-sekat primordialisme, dan lalu
bermetamorfosis menjadi ideologi yang universal di tangan para pendiri bangsa
sehingga mampu memayungi semua ideologi dan kepentingan politik kebangsaan dari
semua anggota kelompok masyarakat.
Pancasila
bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah menyatu dengan
jiwa dan hidup bangsa Indonesia, yang berjuang, melihat pengalaman
bangsa-bangsa lain-lain, menimbang gagasan-gagasan besar dunia, namun tetap
berakar.
Penulis
berkeyakinan bahwa Pancasila adalah jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.
Bukan menjadi pilar kebangsaan, melainkan jiwa dan bangunan utuh dari negara
dan bangsa Indonesia. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia (dan bukan sekedar pilarnya saja)
adalah cerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia
sepanjang masa. Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa yang ditentukan oleh
kehidupan bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan, dan suasana
waktu sepanjang masa.
C.
Bab
III Empat Pilar Penopang Ideologi Pancasila
1. Proklamasi
17 Agustus 1945
Proklamasi 17
Agustus 1945 adalah pilar pertama dari empat pilar kebangsaan Indonesia,yang
terbangun diatas dasar negara republik Indonesia dan terbentuk dari ideologi
bangsa, pancasila.
a. Kilas
Sejarah Seputar Proklamasi
Pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hiroshima Jepang
berhasil dibom oleh Amerika Serikat yang membuat kota tersebut porak poranda.
Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI), dibubarkan dan diganti dengan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ).
Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua kembali
diajtuhkan diatas Nagasaki sehingga membuat Jepang menyerah kepada Amerika
Serikat dan sekutunya.
Soekarno dan Hatta selaku pemimpin PPKI, dan Radjiman
Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat,timur laut
Saigon Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Berita kekalahan Jpang juga tersebar di tanah air
waktu itu. Tokoh-tokoh pejuang garis non-kooperatif seperti Sutan Syahrir dan
para pejuang bawah tanah yang lainnya bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan Jepang.
Namun Soekarno ketika itu belum yakin bahwa Jepang
telah menyerah, dan masih ragu untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
karena proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah
serta menelan korban rakyat yang sangat besar, dan dapat berakibat fatal jika
para pejuang Indonesia belum siap.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada
sekutu. Mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda
mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun golongan tua tidak ingin tergesa-gesa karena mereka tidak menginginkan
terjadinya pertumpahan darah pada saat peoklamasi. Proklamasi kemerdekaan harus
diumumkan oleh Soekarno sebagai pengendali revolusi karena apabila diumumkan
oleh PPKI, sekutu akan menganggap bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah
dari Jepang, mengingat PPKI adalah bentukan Jepang.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Moh.Hatta bersama Soekarno
mendatangi kantor penguasa militer Jepang (
Gunseikanhu ) di koningsplein
(Medan Merdeka) untuk memperoleh konfirmasi tentang penyerahan Jepang. Tapi
kantor tersebut kosong, Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor
Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara. Setelah menemui
Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ) pada keesokan harinya (16 Agustus 1945) di
kantor Jalan Pejambon No.2 untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 8 malam diadakan
rapat disebuah ruangan di Bacteoriologisch Laboratorium Pegangsaan Timur,
dihadiri oleh beberapa pemuda ; Choirul Saleh, Darwis, Djoharnur, Kusnandar,
Subardjo, Subianto, Margono, Aidit, Sunyoto, Eri Sudewo, Wikana, dan Armansyah.
Pertemuan ini memutuskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat
Indonesia sendiri, tidak dapat digabungkan pada bangsa atau negara lain. Rapat
ini kemudian mengirim utusan untuk bertemu Soekarno-Hatta dan mendesak agar
Soekarno segera mengumumkan kemerdekaan Indonesia malam itu juga tanpa menunggu
tibanya hadiah kemerdekaan dari Jepang.
Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945,bersama
Shodanco Singgih,salah seorang anggota PETA , dan pemuda lain, mereka membawa
Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan ) dan Hatta,
ke Rengasdengklok, yang kemudian kita kenal sebagai peristiwa Rengaasdengklok.
Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah
masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di
Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam,maka
tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang museum
perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh
Indonesia.
Penyusunan teks proklamasi dilakukan oleh Soekarno,
Moh Hatta, dan Achmad Soebardjo denagn disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah,
Sudiro (Mbah), dan Sayuti Melik.
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua
dalam penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul
02.00-04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis diruang makan Laksamana Tadashi
Maeda Jalan Imam Bonjol No 1.
Pembacaan teks proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56
(sekarang Jl. Proklamasi No.1). Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani
teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Teks proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi
harinya, 17 Agustus 1945, dikemudian Soekarno Jalan Pegangsaan Timur 56 telah
hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani, dan Trimurti.
Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan
dilanjutkan dengan pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera merah putih,
yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh
Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu, dan Moewardi, pimpinan Barisan
Pelopor.
Bendera merah putih dikibarkan oleh Latief
Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas
tersebut. Setelah bendera merah putih berkibar, hadirin menyanyikan lagu
Indonesia Raya.
Dari sekilas kisah diseputar Proklamasi Kemerdekaan
ini ada beberapa poin penting yang menunjukan mengapa proklamasi kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus mesti kita tempatkan sebagai salah satu dari empat pilar
kebangsaan yang dibangun bangsa Indonesia di atas dasar Pancasila.
Pertama,
Pancasila
sebagai jiwa kepribadian,falsafah, dan ideologi bangsa Indonesia menurut adanya
perwujudan nilai-nilai dalam Pancasila dalam kehidupan.
Kedua,
Pancasila
sebagai jiwa kepribadian, falsafah, dan ideologi bangsa telah ditetapkan
sebagai dasar Negara Republik Indonesia pada 5 Juni 1945.
Ketiga
,dari kilasan
pergulatan para pendiri bangsa disekitar Proklamasi diatas, terlihat jelas
bahwa sejak berita jatuhnya Jepang 14 Agustus 1945 terdengar di dalam negeri,
sementara Soekarno dan Hatta memenuhi panggilan Jepang, para pejuang bawah
tanah (non kooperatif) berkeinginan memproklamasikan kemerdekaan. Tanggal 15
Agustus 1945 siang hari, Soekarno-Hatta sudah mendapatkan kepastian bahwa
Jepang telah menyerah. Keduanya bersepakat untuk mengumumkan kemerdekaan dengan
membawa serta PPKI yang diundang berapat pada tanggal 16 Agustus 1945
proklamasi akan diumumkan dalam rapat tersebut.
b. Teks
Proklamasi
Teks Proklamasi disusun oleh Soekarno sebagai
pemcatat, dan Moh. Hatta dan Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo sebagai
pengubahnya. Isi dari teks proklamasi (yang dikenal sebagai Naskah Proklamasi
Klad) tersebut adalah :
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan
kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d..l.l.,
Diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh
jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-‘05
Wakil bangsa Indonesia
Naskah tulisan Soekarno ini kemudian diketik oleh
Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang
pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi) dengan beberapa
perubahan. Naskah Proklamasi yang telah diubah dan kemudian dikenal sebagai
naskah “ Proklamasi Otentik “ (tersimpan di Monas) tersebut adalah :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan
Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l.,
Diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo
jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Keterangan tahun dalam naskah proklamasi tersebut
masih menggunakan angka 05, merupakan kependekan dari tahun 2605 sesuai
penanggalan yang digunakan di Jepang karena sejak pendudukan Militer Jepang,
Indonesia diharuskan menggunakan tahun penanggalan yang berlaku di Jepang.
Setelah proklamasi dibacakan oleh Soekarno pada
tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin negara segera melakukan upaya penyebaran
berita telah diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia ke sesluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Penyebaran proklamasi di daerah Jakarta dapat
dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga,
teks proklamasi telah sampai ditangan kepala bagian radio dari kantor domei
(sekarang kantor berita ANTARA), Waidan B. Palenewen
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebaran
luasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran.
Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945
memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. Harian Suara Asia di
Surabaya merupakan koran pertama yang mremuat berita proklamasi. Beberpa tokoh
yang berjuang melalui media pers anatara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan
Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia
melalui poster, plakat, maupun coretan di gerbong kereta api ataupun dinding.
Diantara para utusan PPKI yang ikut menyebarluaskan berita proklamasi adalah
Teuku Mohammad Hassan dari Aceh, Sam Ratulangi dari Sulawesi, Ketut Pudja dari
Sunda Kecil (Bali), A.A. Hamidah dari Kalimantan. Dari teks proklamasi dan
penyebarannya ini ada beberapa poin yang mencerminkan bahwa penyusunan Teks
proklamasi dan penyebarannya merupakan semangat yang dijiwai oleh Pancasila
sebagai dasar negara dan pancasila sebagai ideologi bangsa.
2. Undang-Undang
Dasar 1945
a. Kilas
Sejarah
Badan Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPPKI) dibnetuk oleh Jepang.
Badan Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPPKI) beranggotakan 60 orang yang diketuai oleh Dr.
Radjiman Wedyodiningrat, diberi tugas merancang Umdamg-Undang Dasar.
Pada sidang kedua, Badan Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPPKI) menerima secara bulat perumusan Pancasila yang
disampaikan oleh Soekarno. Sementara itu, panitia kecil yang terdiri dari 9
orang, yaitu Soekarno, Hatta, Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Abdulkahar
Muzakkir, Agus Salim, Ahmad Subardjo, Wahid Hasyim dan Moh. Yamin, juga
menyadari bahwa pembentukan Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPPKI) hanyalah siasat Jepang. Panitia kecil ini menyusun naskah tidak resmi
sebagai balasan terhadap siasat Jepang tersebut. Naskah yang tertanggal 22 Juni
1945 ini kemudian kita kenal dengan nama Piagam Jakarta.
Pada 18 Agustus 1945, PPKI
mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai
dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya kita kenal sebagai UUD 1945.
UUD 1945 terdiri dari dari pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan. Dengan
demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk
Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Dan
Soekarno-Hatta atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI terpilih
sebagai Presiden dan wakil presiden Repiblik Indonesia yang pertama.
b. Piagam
Jakarta (Pembukaan UUD 1945)
UUD 1945 merupakan salah satu pilar kebangsaan yang
berdiri kokoh diatas Pancasila sebagai Dasar Negara dan ideologi bangsa
Indonesia.
c. Batang
Tubuh UUD 1945 dan Penjelasan
Batang Tubuh Undang-Undang Dasar merupakan perwujudan
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD kedalam pasal-pasalnya.
Kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan dasar
negara Pancasila memiliki legalitas supremasi dan integritas
filosofis-ideologis secara konstitusional (yang terjabarkan dalam Batang Tubuh
dan Penjelasan UUD 1945 ). Kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental
yang bersifat tetap, sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala
sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah,oleh
siapapun dan oleh lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali
oleh pendiri negara.
d. Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Posisi pancasila sebagai dasar negara ini
mengamanatkan kepada bangsa untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia karena
tanpa adanya kemerdekaan, negara tidak akan berdiri kokoh diatas dasar negara
Pancasila.
Rumusan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 secara
tegas menyatakan bahwa bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Para pendiri
bangsa secara tegas menyatakan bahwa dengan atas nama bangsa Indonesia mereka
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dan sejak proklamasi tersebut Indonesia
lahir sebagai negara yang merdeka, yang berdiri sendiri, terbebas dari
penjajahan, dan memiliki kekuasaan (power) atas dirinya sendiri.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pilar
kebangsaan, dan sistem kenegaraan NKRI adalah sistem kenegaraan Pancasila.
Sistem kenegaraan republik Indonesia adalah kelembagaan nasional yang bertujuan
mewujudkan nilai-nilai Pancasila sebagai asas normatif filosofis-ideologi
(falsafah dan dasar negara ), sebagai kaidah fundamental dan asas kerohanian
negara didalam kelembagaan negara kebangsaan. Asas normatif fundamental yang
bersumber dari sistem falsafah Pancasila yang bersifat teisme-religius yang
membuatnya berbeda dengan berbagai sistem falsafah yang melandasi sistem
kenegaraan dari negara komunisme, negara liberalisme-kapitalisme, negara
sosialisme, zionisme, maupun fasisme.
Demi integritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai
diamanatkan UUD 1945, maka secara imperatif (mutlak, mengikat dan memaksa),
pemerintah bersama seluruh komponen bangsa berkewajiban untuk menegakkan dan membudidayakannya,
dalam arti menegakkan budaya dan moral Pancasila sebagai bangsa yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dan beragama dalam negara demokrasi dan negara
hukum NKRI.
e. Bhinneka
Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia.
Kalimat ini sebenarnya diambil dari kakawin
sutasoma karangan Mpu Tantular pada masa kerajaan Majapahit disekitar abad
ke-14.
Bhinneka Tunggal Ika digunakan sebagai ilustrasi dari
jati diri bangsa Indonesia yang secara natural dan sosio-kultural dibangun di
atas keanekaragaman ini, tercantum dan menjadi bagian dari lambang negara
Indonesia, yaitu Garuda Pancasila.
Sebagai semboyan bangsa, Bhinneka Tunggal Ika adalah
pembentuk karakter dan jati diri bangsa. Bhinneka Tunggal Ika juga pada
dasarnya gambaran dari kesatuan geopolitik dan geobudaya di Indonesia, yang
artinya terdapat keberagaman dalam agama, ide, ideologis, suku bangsa, dan
bahasa.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menggambarkan persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia, walaupun terlihat menampakkan perbedaan atau
keragaman. Yaitu, semboyan untuk menyatukan dan meneguhkan bangsa Indonesia
yang majemuk, sebagai semboyan pengintegrasi bangsa Indonesia dalam jati
dirinya.
Seloka Bhinneka Tunggal Ika yang tertera didalam
lambang negara itu memberikan makna tersirat dan tersurat, bahwa bangsa
Indonesia menghargai kemajemukan, tetapi kemajemukan itu bukanlah ancaman,
tetapi kita jadikan sarana untuk mempersatukan bangsa dengan tetap menghargai
kemajemukan. Persatuan dalam kebhinnekaan ini menuntut adanya sikap nasionalisme
bangsa Indonesia. Namun sayangnya selama ini sifat nasionalisme kita kurang.
Karena itulah didalam kebhinnekaan atau kemajemukan
masyarakat Indonesia ini, nasionalisme seharusnya selalu disegarkan kembali dan
didialogkan bersama seluruh warga negara. Bukan sekedar nasionalisme yang
berhenti sebagai doktrin ideologis kenegaraan dan kurang berakar dalam
kesadaran hidup warga.
D.
Bab
IV Pemikiran-Pemikiran Strategis
1. Pancasila dan Kemajemukan
Ilmuwan
yang pertama kali memperkenalkan istilah Masyarakat Indonesia Majemuk adalah
Furnivall, dalam bukunya yang berjudul Netherlands India: A study of Plural
Economy (1967). Istilah tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan kenyataan
masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga
sulit bersatu dalm satu kesatuan social-politik.
Beberapa
faktor-faktor yang menyebabkan kemajemukan ini di sini bisa disebutkan, di
antaranya adalah :
a.
Keadaan geografi Indonesia yang
merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar dan lebih dari
13.000 pulau kecil.
b.
Letak Indonesia diantara Samudera
Indonesia dan Samudera Pasifik serta di antara Benua Asia dan Australia, maka
Indonesia berada di tengah –tengah lalu lintas perdagangan. Hal ini
mempengaruhi terciptanya pluralitas/kemajemukan agama.
c.
Iklim yang berbeda serta struktur tanah
di berbagai daerah kepulauan Nusantara merupakan factor yang menciptakan
kemajemukan regional.
Clifford Geertz (1989) dalam perspektif yang berbeda
juga menyebutkan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi ke
dalam sub-sub sistem yang relative berdiri sendiri-sendiri. Dalam pandangan
Geertz terdapat lebih dari 300 suku bangsa di Indonesia, di mana masing-masing
memiliki bahasa dan identitas kebudayaan yang berbeda. Artinya, ada lebih dari
300 kelompok dalam kemajemukan masyarakat Indonesia yang mesti dipahami dan
diterima dalam wilayah NKRI.
Dalam tinjauan kesejarahan, kemajemukan masyarakat
Indonesia pertama kali dimulai oleh kedatangan ekspedisi nenek moyang bangsa
Indonesia dari daerah selatan sungai Yang Tse di Cina Selatan. Sebuah
perjalanan yang membutuhkan waktu sangat panjang sehingga terbentuk
generasi-generasi baru dalam perjalanan tersebut. Meskipun berasal dari daerah
yang sama, namun karena rute perjalanan yang berbeda, setibanya di Indonesia
masing-masing rombongan ini telah menjadi kelompok masyarakat yang memiliki
karakter, corak, serta bahasa tersendiri. Kedatangan para pedagang India ke
Indonesia yang membawa serta agama Hindu dan budaya India, yang kemudian
menetap dan membaur dengan masyarakat Indonesia membentuk kelompok-kelompok
masyarakat baru berdasarkan strata-strata sosial dalam agama Hindu beserta
budayanya.
Masyarakat Indonesia menjadi semakin majemuk dengan
mereka yang menganut Hindu dan mereka yang menganut Budha. Para pedagang Islam
juga berdatangan dari Gujarat, Hadramaut, dan Kamboja, serta menetap dan
membaur dengan masyarakat. Mereka membawa agama dan budaya Islam. Kedatangan para pedagang yang membawa
agama ke Indonesia ini kemudian disusul oleh kedatangan bangsa-bangsa Barat
dengan misi perdagangan, kolonialisasi penjajahan, dan misi keagamaan Kristen.
Di samping agama, budaya dan bahasa Barat seperti Portugis dan Belanda, mulai
masuk membentuk kelompoknya masing-masing. Masyarakat Indonesia menjadi semakin
majemuk.
Sudut pandang agama-agama besar ( Hindu, Budha,
Islam, Krosten) saja sudah betapa majemuknya masyarakat Indonesia.
Maising-masing membawa aliran ajarannya. Agama Hindu misalnya, di samping
mengenalkan pembedaan dalam kasta, juga dalam alirannya. Ada yang menyembah
Syiwa dan ada yang memuja Wisnu. Dalam agama Islam juga membentuk kelompok
masyarakat dalam kelompok santri dan abangan (pencampuran ajaran agama Islam
Hindu dengan Budha). Membentuk kelompok keturunan Nabi, dan bukan keturunan
Nabi, yang semuanya memiliki karakteristik masing-masing. Demikian juga dengan agama Nasrani yang terbagi dalam
kelompok Protestan dan kelompok Katolik.
Masyarakat Indonesia semakin majemuk dengan adanya
kelompok priayi dan jelata. Kelompok priayi ini kebanyakan mendapatkan
pendidikan modern yang cukup tinggi, dan mereka juga pengagum pemikiran dan
peradaban Barat. Di dalam masyarakat juga berkembang kelompok tuan tanah dan
kelompok pekerja.
Pada masa perlawanan terhadap Belanda, ini pula
tumbuh kesadaran masyarakat Indonesia yang akhirnya membentuk kelompok-kelompok
baru yang semakin menambah kemajemukan Indonesia. Ada kelompok yang
berlandaskan pemikiran dan agama seperti Budi Utomo, Syarikat Dagang Islam, NU,
Muhammadiyah, dan lain sebagainya.
Pada saat masyarakat Indonesia berhasil membebaskan
diri dari penjajahan dan membentuk NKRI yang merdeka, muncul kebijakan
pemerintah (3 November 1945) tentang pembentukan partai-partai politik sebagai
syarat bagi sebuah negara demokrasi yang harus menyelenggarakan pemilihan umum
sebagaimana diamanatkan oleh dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Dari potensi kemajemukan yang demikian luar biasa
dari masyarakat Indonesia, apabila tidak mampu dikelola dengan baik oleh
pemerintah dan disadari oleh masyarakat Indonesia, maka kemungkinan
potensi-potensi negatif yang mungkin muncul juga semakin besar kuantitas dan
kualitasnya. Kemajemukan bahasa, budaya dan agama misalnya, bisa menimbulkan
sikap primordial yang mengarah pada etnisentrisitas masyarakat tersebut. Sikap
merasa memiliki budaya paling tinggi dan memandang rendah budaya masyarakat
lain berpotensi mengancam keutuhan NKRI.
Potensi negatif
kemajemukan masyarakat Indonesia yang paling menakutkan adalah potensi
terjadinya konflik. Harus diakui bahwa kemajemukan budaya dan agama memiliki
potensi yang tinggi terhadap ketidakstabilan negara-bangsa karena banyak
perbedaan orientasi, cara pandang, nilai serta ajaran yang berbeda-beda dalam
menghadapi dan memperlakukan segala sesuatu.
Pemerintah perlu melakukan usaha untuk menghapuskan
ketimpangan yang menyebabkan konflik. Serta pemerintah sebagai penguasa tidak
boleh melakukan keberpihakan pada kelompok masyarakat tertentu sementara
kelompok masyarakat yang lain tersisihkan.
a.
Menyelesaikan permasalahan kemajemukan
b.
Kepastian hukum pancasila dalam
kemajemukan bangsa Indonesia
a. Bagaimana menyelesaikan
permasalahan kemajmukan?
Ada dua pendekatan dalam melihat dan menyikapi
permasalahan kemajmukan. Pendekatan
fungsinal memandang bahwa suatu sistm sosial terintegrasi diatas landasan
tumbuhnya knsensus diantara sebagian besar anggota masyarakat akan nilai-nilai
kemasyarakatan yang bersifat fundamental dan karena berbagai kesatuan sosial (cros-cutting affliation).
b. Kepastian Hukum Pancasila Dalam
Kemajmukan Bangsa Indonesia
Dari semua karakter kemajmukan
masyarakat Indonesia dan faktr-faktor
yang bisa memicu terjadinya konflik terbuka, dan berdampak pada integritas
masyarakat dan bangsa, maka saya bisa mengatakan bahwa dengan penerapan tatanan
dan hukum pancasila bangsa Indonesia secara penuh dan pasti yang bisa menjaga
integrasi bangsa Indonesia dalam kemajmukan masyarakat, dan bisa mencegah dan
menyelesaikan konflik sosial yang selalu terbuka. Karena pancasila adalah
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, adalah jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia, adalah kesepakatan bersama masyarakat Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara/bangsa
memiliki tatanan nilai-nilai yang di cita-citakan dan akan diwujudkan yang
dapat dibedakan dalam nilai-nilai yang bersifat materiil, vital, dan rohaniah. Nilai materiil adalah nilai yang
terindah bersifat pokok dan berkebutuhan terbatas. Nilai vital adalah nilai yang berupa kemudahan-kemudahan dalam
melakukan aktifitas sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan, ketertiban, dan
kemakmuran. Nilai rohaniyah yang
berupa nilai kebenaran (realitas), nilai moral (etika) dan nilai estetika
(keindhan), dan nilai ketuhanan (religius).
Pancasila sebagai dasar ideologi negara dan dasar negara Indonesia
dengan semua tatanan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya ini, kemudian
diwujudkan dalam bentuk undang-undang dasar negara 1945 sebagai pedoman yang
ingin di wujudkan negara Indonesia.
1) Tatanan
pendidikan diatur dengan undang-undang (pasal 31)
2) Tatanan
bela negara, hak dan kewajiban warga negara merupakan nilai dasarnya (pasal 30)
3) Tatanan
hidup beragama dengan nilai dasar dijamin oleh negara kebebasannya serta
beribadahnya dengan agama dan kepercayaannya itu (pasal 29)
2.
Pancasila
dan Perspektif Agama-agama
Sudah menjadi
kelaziman bahwa setiap agama memiliki tata aturan kehidupan masing-masing bagi
pemeluknya. Bahwa setiap agama menuntut pemeluknya untuk secara total
menjalankan ajarannya. Dan sudah menjadi kelaziman bahwa masing-masing pemeluk
agama merasa bahwa agama merekalah yang paling benar, dan yang paling mulia.
Dalam kehidupan kemsyarakatan Indonesia yang majemuk agama (banyak agama dan
kepercayaan) sentimen agama yang memicu ketegangan dan kecurigaan antar pemeluk
agama ini menyebabkan terjadinya konflik dan disintegrasi bangsa.untuk
mengatasi hal tersebut kita membutuhkan suatu titik temu yang bisa menumbuhkan
kebersamaan. Dan para pendiri bangsa menemukan titik temu tersebut, yaitu
Pancasila, yang melampaui agama-agama. Menjadi pengikat keagamaan yang bisa
mempertemukan semangat bersama dalam berbangsa dan beragama.
Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa. Rumusan pancasila sebagaimana tertuang dalam
alinea 4 UUD1945 pada dasarnya hanya merupakan refleksi dari falsafah dan
budaya bangsa, termasuk didalamnya bersumber terinspirasi dari nilai-nilai dan
jaran agama yang dianut bangsa Indonesia.
Pancasila memang
bukan agama melainkan sebuah gagasan dari para pendiri bangsa dengan menggali ruh jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia menjadi kesepakatan bersama yang menerjemahkan
agama dalam sebuah platform yang menjadi bingkai sebuah bangsa yang
bersepakathidup bersama dalam satu institusi negara. Negara Indonesia adalah
hasil kesepakatan bersama (kontrak sosial) untuk membentuk suatu negara dengan
prinsip kebhinekaan dan kesatuan (NKRI). Pancasila telah dirancang dan
ditetapkan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan serta menghitung segala
asumsi dan konsekuensi. Karena begitu kemajemukan agama-agama di Indonesia,
maka demi menjaga persatuan dan kesatuan negara Indonesia, dibutuhkan adanya
nilai-nilai kehidupan kebangsaan yang harus dipegang teguh oleh semua warga negara Indonesia,
apapun agama yang dianutnya. Pancasila dan agama harus berjalan bersama sebagai
pedoman kehidupan yang harmonis.
Semua agama
dalam kehidupan manusia menyediakan landasan-landasan dalam segala tingkah laku
manusia. Agama juga memiliki nilai luhur dan sangat erat kaitannya dengan
kehidupan beragama, kerukunan antar umat
dan nilai-nilai. Tak ada manusia yang bisa lepas dari segala aturan yang
dipercayainya karena keyakinannya yang ia miliki dalam hidupnya yang mereka
tanamkan pada seluruh kehidupan masyarakat Indonesia demi terciptanya kerukunan
antar umat beragama. Penyadaran akan pentingnya kerukunan hidup umat beragama
yang kaitannya dengan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam
permusyawaratan perwakilan yang menjelaskan kepada kita kerukunan yang harus
dibina sesama warga negara.
Kerukunan itu harus
tercipta demi terwujudnya negara yang aman, nyaman, dan tentram. Jika semua
warga negara mampu mengendalikan diri mereka maka tingkat kejahatan itu dapat
diredam dan dapat berkurang. Dan untuk mewujudkan semua itu perlu dilibatkan
berbagai pihak, pemerintah dan para penganut agama-agama. Baik lembaga yang
bersifat formal maupun non-formal. Harus segala dimulai penanaman pancasila dan
agama-agama, mulai dari keluarga, lingkungan selain dilingkungan sekolah
apalagi orang tua. Karena dasarnya Agama dan Pancasila itu diterapkan dalam
segala aspek yang kita lakukan sehari-hari. Kalau kita cermati tidak ada
satupun yang keluar dari nilai-nilai agama dan pancasila. Tentang kerukunan,
keadilan dan kepercayaan, dan musyawarah. Bila semua ini mampu dilakukan, maka
kehidupan masyarakat Indonesia yang dalam kemajemukan agama-agama, akan bisa
berjalan dengan damai dan harmonis menuju terwujudnya cita-cita luhur bangsa
Indonesia.
3.
Pancasila
dan Sistem Ekonomi Gotong Royong
Soekarno dan Hatta adalah tokoh pendiri bangsa yang
pertama kali mencetuskan ide sistem ekonomi Pancasila. Emil Salim dan Mubyarto
menyebutnya sistem ekonomi rakyat. Sedaangkan beberapa pakar yang lain
menyebutnya sistem ekonomi sistem ekonomi kerakyatan, dan saya menyebutnya
sistem ekonomi gotong royong.
a. Sistem Ekonomi Pancasila dan Sistem
Ekonomi Kerakyatan
Sistem
ekonomi Pancasila didefinisikan sebagai sistem ekonomi yang dijiwai ideologi
pancasila yang merupakan usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan dan
kegotongroyongan nasional. Ciri-ciri sistem ekonomi pancasila antara lain:
1)
Roda perekonomian digerakkan oleh
rangsangan ekonomi, social, dan moral.
2)
Kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke
arah pemerataan sosial sesuai asas kemanusiaan.
3)
Prioritas kebijakan ekonomi menciptakan
perekonomian yang tangguh.
4)
Koperasi sebagai saka guru perekonomian.
5)
Adanya imbangan yang tegas antara
perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan
kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan nasional.
Sedangkan
sistem ekonomi kerakyatan didefinisikan sebagai Sistem Ekonomi Nasional
Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila,
dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Tujuan dari
sistem ekonomi kerakyatan di antaranya:
1)
Membangun Indonesia yang berdikari
secara ekonomi.
2)
Mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan.
3)
Mendorong pemerataan pendapatan rakyat.
4)
Meningkatkan efisiensi perekonomian
secara nasional.
Pelaksanaan
sistem ekonomi kerakyatan ini mengacu kepada penerapan Pancasila serta ketentuan
pasal 33 UUD 1945. Jadi pada dasarnya baik sistem ekonomi Pancasila maupun
sistem ekonomi kerakyatan, keduanya merupakan sistem ekonomi yang dikembangkan
berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila terhadap semua sistem nilai
yang ada.
b. Sistem Ekonomi Gotong Royong
Apabila
Bila Mubyarto menyebut sistem yang seharusnya berkembang di Indonesia ini
adalah sistem Pancasila dengan penekanan nilai-nilai Pancasila, dan yang lain
menyebutnya sistem kerakyatan dengan penekanan pada orientasi kerakyatan dan
kekeluargaan, adapun penulis memilih menyebutnya dengan sistem ekonomi gotong
royong. Penulis memilih nama gotong royong, dikarenakan penulis melihat dan
meyakini bahwa kegiatan ekonomi yang ada di Indonesia sejak dahulu kala adalah
gotong royong.
Namun,
di Era reformasi yang identik dengan era keterbukaan dan demokrasi, sekarang
ini sudah disusupi oleh “penumpang gelap”. Penulis menyebutnya sebagai
penumpang gelap yang menyusup di balik baju demokrasi dan keterbukaan, dengan
bentuk penjajahan dalam corak dan mode yang lain. Penumpang gelap ini adalah ekonomi liberal.
Di
bidang ekonomi, dengan mengatasnamakan demokrasi dan keterbukaan, siapapun
berhak memasuki pasar Indonesia, dan tidak boleh ada yang proteksi terhadap
semua sistem dan ideologi ekonomi apa pun. Warga Indonesia pun terjebak di
sana. Karena itulah, menurut penulis pemerintah ke depan harus menggalakkan
kembali ekonomi gotong royong.
Contohnya
saja seperti pada masa awal kemerdekaan, pemerintahan diwarnai ketakutan
terhadap berbagai ancaman dominasi asing sehingga kebijakan pemerintah berusaha
menasionalisasi setiap usaha milik asing. Pada masa awal orde baru, pemerintah
mengeluarkan kebijakan Trilogi Pembangunan yang mensyaratkan adanya
keseimbangan pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan dan stabilitas nasional.
Saat memasuki era reformasi, politik pemerintah banyak melakukan penyesuaian.
Banyak peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak lagi mendukung ditinjau
kembali, sebagai contoh diamandemenkannya UUD 1945, dan dibentuknya Mahkamah Konstitusi
sebagai laborat peninjauan kembali (judicial
review).
Konsokuensi
atas disusupinya liberalism ini, kini beralih menjadi neo liberalism yang
disebut persaingan bebas dan pasar bebas. Inti dari sistem ini, setiap individu
seperti kaum kapitalis, memiliki kebebasan untuk menjalankan persaingan bebas,
kebebasan dalam hak milik dan kebebasan untuk mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya.
Saat
depresi ekonomi melanda dunia, munculah sistem ekonomi welfare state (negara
kesejahteraan) yang digagas John Maynard Keynes. Menurut paham ini, pemerintah
dapat dan harus melakukan intervensi dalam perekonomian dan membangun model
yang baru. Namun saat terjadi krisis kapitalisme di akhir tahun 1970-an, di
mana ditandai dengan penurunan keuntungan kaum kapitalis yang berdampak pada
jatuhnya akumulasi modal, sistem ekonomi welfare state dianggap sebagai sumber
kehancuran para pemodal. Kemudian mereka memilih kembali pada liberalism dengan
pengembangan (neo liberalisme). Kemunculan kembali paham liberalism ekonomi ini,
ditandai dengan Konsensus Washington (the Washington consensus) yang dihadiri
para pemilik perusahaan-perusahaan multi nasional pelaku ekonomi bebas serta
wakil negara-negara kaya.
Konsensus
ini menghasilkan beberapa kesepakatan yang mengubah ekonomi dunia, di
antaranya:
1) Disiplin
fiskal
Defisit
anggaran tidak boleh lebih daripada dua persen produk domestik bruto (PDB).
Akibat kebijakan fiskal ketat di tahun 1997 ini menyebabkan harga BBM di
Indonesia naik, membuat rakyat marah dan kerusuhan terjadi di mana-mana.
2) Public
Expenditure
Pemerintah
harus memperbaiki distribusi pendapatan melalui belanja pemerintah dengan
pencabutan subsidi negara untuk rakyat, mengurangi pemborosan, memangkas semua
anggaran negara yang tidak produktif seperti subsidi untuk pelayanan sosial,
anggaran pendidikan, kesehatan, transportasi rakyat, dan jaminan sosial
lainnya.
3) Tax
reform (reformasi pajak)
Pemerintah
perlu memperluas basis pemungutan pajak karena merupakan komponen penting
anggaran pemerintah. Penerapan reformasi pajak ini untuk memperlancar arus
investasi dan memudahkan investor.
4) Financial
liberalization (Liberalisasi finansial)
Sektor
finansial perlu didorong menjadi liberal dan kian ketat bersaing, agar terjadi
peningkatan efisiensi.
5) Mendorong
kompetisi antara perusahaan domestik dengan perusahaan asing, sehingga
meningkatkan efisiensi, termasuk dalam hal ini adalah pentingnya menekan upah
buruh.
6) Exchange
rate policy (kebijakan nilai tukar)
Pemerintah
tidak boleh intervensi terhadap mekanisme pasar uang, sebab intervensi tersebut
akan mengurangi efisiensi dan menurunkan kredibilitas ekonomi suatu negara di
mata internasional.
7) Terus
mendorong liberalisasi perdagangan dengan cara menghilangkan larangan-larangan
secara progressif. Yang dilaksanakan dengan pemberian ruang bebas dan terbuka
terhadap perdagangan internasional dan investasi seperti AFTA, NAFTA, maupun
dalam bentuk kawasan yang lebih kecil yang merupakan area bebas dari birokrasi
negara.
8) Program
privatisasi
Privatisasi
meliputi perbankan, industri strategis, perkeretaapian dan transportasi umum,
PLN, Sekolah dan Universitas, Rumah Sakit Umum, bahkan air.
9)
Iklim deregulasi ekonomi harus didorong
Mengurangi
segala bentuk regulasi negara terhadap kebebasan ekonomi, karena regulasi
selalu mengurangi keuntungan kapitalis, termasuk regulasi mengenai analisa
dampak lingkungan, ataupun aturan keselamatan kerja dan sebagainya.
10)
Intellectual property rights (IPR)
IPR
disebut hak atas kekayaan intelektual yaitu perlindungan hukum terhadap barang
produk yang dipasarkan.
Dari sepuluh elemen
itu, secara ringkas dapat disederhanakan menjadi 5 pilar yang menjadi mantra
mujarab globalisasi, yaitu pasar bebas, perdagangan bebas, pajak yang rendah,
privatisasi, deregulasi.
Penulis mengatakan,
bahwa Indonesia adalah korban yang ke sekian kalinya dalam penerapan kebijakan
neoliberal itu. Kebijakan ekonomi Indonesia selama dan setelah krisis seperti
pemotongan subsidi BBM, privatisasi bank negara, privatisasi universitas dan
pendidikan, privatisasi PLN, privatisasi RSU, privatisasi pertambangan dan
perkebunan negara yang dulu hasil dari nasionalisasi di awal kemerdekaan,
adalah bentuk nyata kebijakan neoliberal itu.
Privatisasi dilakukan
karena BUMN tersebut tidak sehat atau tidak efisien karena dijangkiti korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Hal ini sangat bertentangan, karena tujuan utamanya
adalah keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik modal. Disinilah arti
pentingnya penerapan ekonomi gotong royong dalam kepemilikan modal sehingga
merata pada seluruh rakyat, meliputi modal material, modal intelektual dan
modal institusional. Di dalam wilayah modal material, pemerintah bisa
menerapkan kebijakan kepemilikan saham oleh karyawan dalam dunia usaha. Menurut
penulis, koperasi bisa dijadikan sebagai pilihan. Pada wilayah modal intelektual,
pemerintah wajib menjamin pendidikan seluruh rakyat dengan menyelenggarakan
pendidikan gratis yang diiringi dengan kebijakan mewajibkan seluruh warga
negara untuk mengikuti pendidikan minimal sampai taraf tertentu. Dan dalam
wilayah modal institusional, pemerintah harus bisa menjamin rakyat untuk
memiliki serikat-serikat atau perkumpulan rakyat dan kebebasan menyampaikan
pendapat.
Untuk mendukung semua
ini, pemerintah harus memiliki kebijakan pembagian pendapatan yang jelas antara
pemerintah dan daerah (sector fiskal), mengembangkan perbankan di
wilayah-wilayah sebagai pengganti perbankan yang terpusat, dan perlu adanya
jajak pendapat terhadap upaya mendapatkan pinjaman dari luar negeri. Penulis
memandang perlunya jajak pendapat (referendum) tersebut, karena kebijakan
pemerintah memulai pembangunan dan diperlukan pengerahan dana yang sangat besar
sejak awal kemerdekaan menandakan
Indonesia pada saat itu terlalu miskin untuk membangun. Hal ini menjadikan
Indonesia menjadi negara yang berada dalam ketergantungan pada pinjaman luar
negeri yang kian berlanjut hingga era sekarang ini.
Penanaman modal asing
dinilai berdampak positif, sebab banyak membuka lowongan pekerjaan. Namun, ada
sisi negatif pula yaitu menurut (Goldthorpe; 1992; 242), salah satunya yaitu penanaman
modal asing akan menimbulkan meningkatnya urbanisasi karena di desa tanah
garapan menjadi hilang atau berubah fungsi.
Penulis melihat
kebijakan pemerintah dalam menarik investor sebanyak-banyaknya ke dalam negeri
dan juga dengan upaya pemerintah dalam kerjasama pengiriman tenaga kerja ke
luar negeru, seringkali keliru dalam mengajukan nilai lebih yang ditawarkan.
Gambaran tentang tenaga kerja/ buruh Indonesia yang murah telah merendahkan
martabat bangsa di mata dunia. Terlebih lagi, kasus-kasus penganiayaan yang
ditujukan kepada tenaga kerja Indonesia ketika di luar negeri menambah panjang
catatan gagalnya penerapan kebijakan di negeri ini.
Seandainya saja kita
mampu guyub, bergotongroyong dalam bidang ekonomi, bersama-sama menyatukan
modal masing-masing, pemilik materi dengan materinya, pemilik ilmu dan
ketrampilan dengan ilmu dan ketrampilannya kita bisa membuat
perusahaan-perusahaan sendiri dengan tanpa tergantung pada para investor asing.
Seperti yang telah diamanahkan Pancasila.
Penulis juga melihat
perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan terlalu rendah. Meskipun dengan
anggaran yang cukup besar, pemerintah masih belum berhasil menghasilkan
anak-anak bangsa yang berkarakter. Pemerintah yang dalam hal ini diwakili
kemendiknas, justru sering terjebak dengan pergantian program-progam
pendidikan. Pemerintah sibuk mengganti kurikulum, bahkan di setiap pergantian
menteri. Bisa dikatakan hampir setiap pergantian menteri, kurikulum pun ikut
berubah. Sampai-sampai pemerintah seolah-olah lupa kalau sebagian besar sarana
prasarana pendidikan di seluruh negeri ini tidak layak untuk digunakan.
Apa yang telah
dilakukan oleh peemrintah sudah baik, ekonomi dan pendidikan mengalami
pertumbuhan. Tapi pertumbuhan ini tidak berkualitas. Karena tidak menyentuh kepentingan
rakyat kecil. Buruh, petani, mengalami kerugian dalam pertumbuhan perekonomian.
Anak-anak orang tidak mampu kebingungan memasuki dunia kerja karena kalah
bersaing. Sementara itu, mereka juga tidak memasuki usaha mandiri akibat
pendidikan dan ketrampilan mereka yang tidak mencukupi.
c.
Langkah-langkah
Mendesak bagi Terwujudnya Ekonomi Gotong Royong
Penulis menututurkan, pemerintah
dan masyarakat Indonesia, tidak harus anti ekonomi pasar atau liberal. Tetapi
bagaimana pemerintah dan masyarakat ekonomi Indonesia bisa membuat ekonomi
pasa/liberal tersebut bisa mendukung ekonomi gotong royong yang merupakan jati
diri bangsa.
Apabila ini mampu dilakukan, maka
pemerintah dan masyarakat Indonesia, akan bisa mewujudkan apa yang telah
dicitakan dalam Pancasila tanpa harus terasing dari pergaulan ekonomi global.
Dengan adanya koperasi, dengan semangat ekonomi gotong royong, pemerintah bisa
melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk ambil bagian dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1) Pancasila dan TNI
Kepentingan
bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita nasional dan kepentingan
tercapainya tujuan nasional merupakan hakikat kepentingan nasional, yaitu
kepentingan keamanan dan kepentingan kesejahteraan. Kepentingan keamanan adalah
kelangsungan hidup bangsa dan negara, yang menjamin dan mempertahankan negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kepentingan kesejahteraan adalah
perkembangan kehidupan bangsa dan negara, yang menjamin dan mengembangkan
negara Indonesia yang adil dan makmur, untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
TNI
dalam sejarah kelahirannya memang berperan sebagai alat negara di bidang
pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan
politik negara. Sedangkan tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara 1945, serta melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Di
awal-awal perjuangan kemerdekaan, TNI memosisikan dirinya sebagai pembela
bangsa dari upaya penjajahan kolonialisme. Peran ini kemudian berkembang pada
diterapkannya dwifungsi ABRI, yakni selain sebagai alat pertahanan negara dari
pihak luar, juga berfungsi sebagai alat keamanan negara, yang sekarang menjadi
tanggung jawab sepenuhnya pihak
kepolisian.
Namun
seiring dengan perjalanan kekuasaan Orde Baru, TNI ternyata tidak sekedar
sebagai alat pertahanan negara, tetapi telah masuk ke dalam ranah politik
kekuasaan, yang di masa Orde Baru menjadi tulang punggung kekuasaan rezim Orde
Baru.
Landasan
konstitusional yang digunakan dalam menentukan posisi TNI adalah UUD 1945.
Preambule UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintah negara Indonesia melindungi
segenap bangsa Indonesia. Hal ini bermakna bahwa tugas dan kewajiban melindungi
bangsa Indonesia bukan hanya merupakan tugas dan kewajiban TNI saja tetapi merupakan tugas dan kewajiban
seluruh fungsi pemerintah melalui kewenangan masing-masing. Misalnya presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU. Ketentuan ini harus dipahami
dalam satu napas, dengan aturan menyatakan bahwa presiden dengan persetujuan
DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, sedangkan
dengan aturan yang lain menyatakan bahwa presiden menyatakan keadaan bahaya,
syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang.
Pada
saat ini, bangsa Indonesia harus mendorong TNI agar kembali kepada tugas
sejarahnya, melanjutkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan. Sudah saatnya TNI
meninggalkan doktrin-doktrin anti rakyat. Jangan lagi ada pengiriman TNI untuk
belajar di negeri-negeri imperialis. Yang terpenting, TNI belajar
doktrin-doktrin kebangsaan sebagaimana dianjurkan pendiri bangsa. Juga, tak
kalah pentingnya, TNI belajar tentang demokrasi.
E.
Bab V Penutup
Dari semua yang sudah diuraikan penulis,
sebenarnya penulis hanya ingin
menegaskan kembali bahwa Pancasila tidaklah tepat jika diposisikan sebagai
salah satu pilar kebangsaan. Pancasila adalah jiwa itu sendiri, ruh yang
mendasari seluruh pilar kebangsaan. Pancasila adalah ideologi dan dasar negara.
Sebagai ideologi, Pancasila menjiwai, merasuki, dan mewarnai seluruh empat
pilar kebangsaan tersebut.
Ini memberikan pemahaman bahwa
pengingkaran dan pengkhianatan terhadap Pancasila, apa pun bentuknya itu,
adalah pengingkaran terhadap keberadaan dan kebangunan kehidupan bangsa
Indonesia. Adalah pengkhianatan terhadap jiwa, hidup, dan keberadaan bangsa dan
negara Indonesia.
Pancasila bukanlah salah satu dari
empat pilar kebangsaan yang selama ini dikenal dan kita pahami. Empat pilar
kebangsaan menurut pemahaman penulis adalah Proklamasi 17 Agustus 1945, UUD
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah
pilar kebangsaan, bahwa Indonesia telah menjadi negara yang merdeka dan
berdaulat. Sedangkan UUD 1945 adalah pilar kebangsaan, yang menjadi pedoman
atas tatanan kenegaraan dan kebangsaan. Ia adalah pedoman dasar tentang
bagaimana mewujudkan cita-cita luhur bangsa.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah pilar kebangsaan, yang merupakan bangunan utuh dari negara dan bangsa
Indonesia, meliputi seluruh daratan dan perairan, suku bangsa, agama, dan
budaya. Bhinneka Tunggal Ika merupakan pilar kebangsaan, yang menjadi jati diri
dan kepribadian bangsa dan negara Indonesia.
Namun, walaupun Indonesia sudah
memiliki 4 pilar-pilar kebangsaan, berbagai upaya pengingkaran dan
pengkhianatan terhadap ideologi bangsa dan dasar negara Pancasila sampai saat
ini sering terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya darurat pemahaman, penghayatan
dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.
Beberapa upaya agar setiap warga
negara bisa keluar dari semua problematika kebangsaan dan kenegaraan ini, yang pertama, mengupayakan para generasi saat
ini untuk menjadi pribadi yang berkarakter pejuang bangsa. Memiliki kepekaan
sosial tinggi, yang bisa tanggap atas semua aspirasi dan harapan rakyat bangsa
Indonesia. Kedua, negara harus bisa
segera menyelenggarakan dan membentuk konsolidasi nasional, yang menjadi ikatan
kesepahaman, toleransi dan kesatuan, konsolidasi nasional yang mencakup wilayah
agama, ekonomi, dan budaya sehingga kesadaran dan keyakinan akan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang benar-benar tertanam dengan kesadaran seluruh
rakyat Indonesia.
Ketiga,
negara harus secepatnya melakukan pembenahan perekonomian negara sehingga
benar-benar mencerminkan perekonomian yang berbasiskan kerakyatan dan
kegotongroyongan sebagaimana diamanatkan Pancasila. Keempat, negara harus memberikan perhatian yang lebih besar untuk
bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia yang berpikiran cerdas, professional, bersifat mandiri, berjiwa
patriotik dan bersikap tolong menolong.
Kelima,
negara harus memperkokoh budaya bangsa, baik melalui pengembangan seni dan
budaya tradisional, memperkokoh wawasan kebangsaan, menjunjung tinggi penegakan
hukum dan hak asasi manusia, serta menggairahkan kehidupan yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, agar bisa melahirkan bangsa yang kuat,
yakni bangsa yang religious, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin sosial
yang tangguh, bertakwa dan patriotik.
Keenam,
negara
harus mendorong kehidupan masyarakat Indonesia untuk lebih demokratis, karena
dalam masyarakat yang demokratis juga tercipta kehidupan politik yang
berorientasi pada kerakyatan.
Bila demokrasi dalam bidang politik
dan ekonomi berkembang dalam tatanan kehidupan bangsa, maka Indonesia akan
berkembang menjadi negara yang tangguh, mandiri, patriotik, dan berdaya saing
tinggi.
BAB IV
ANALISIS
A. Bab
I Pengantar
Taufiq
Kiemas, Ketua MPR RI mengemukakan gagasannya mengenai empat pilar kebangsaan.
Menurut Kiemas, keempat pilar tersebut adalah Pancasila, UUD 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal ika. Namun, ditemui
sesuatu yang mengganjal apabila Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan.
Sebagaimana diketahui bahwa Pancasila merupakan dasar kebangsaan atau ideologi
yang memiliki makna sangat dalam terutama di kaitkan dengan cita-cita dan
tujuan negara.
Pemahaman
mengenai istilah ideologi juga diharapkan dapat di mengerti agar tidak
menimbulkan pemahaman yang salah kaprah dan keliru tentang makna dari ideologi
itu. Ideologi dalam pengertian sehari-hari di samakan artinya dengan cita-cita
(konsep dasar).[1]
Menurut Lembaga Pertahanan Nasional (1995:15) menjelaskan bahwa serangkaian
cita-cita yang mendasar dan menyeluruh serta kait-mengkait merupakan ideologi
negara, sehingga kurang tepat bila memosisikan Pancasila sebagai salah satu
pilar. Karena, apabila pancasila sebagai pilar. Seharusnya ada yang menjadi
fondasi. Lalu apabila keempat pilar (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal
ika) apa yang akan di jadikan pondasi dari pilar-pilar ini? Tentu menjadi
keganjalan jika keempat pilar itu tidak ada yang melandasinya.
Kembali
pada masa orde lama catatan sejarah menujukkan situasi politik dan
ketatanegaraan Indonesia mengalami kebuntuan, sehinggan presiden Soekarno
membubarkan konstituante. perombakan ini terjadi karena tafsir sila ketuhanan
yang maha esa merupakan masalah utama yang membuat konstituante tidak kompak
dan bersatu untuk menyusun UUD baru yang di dalamnya terkandung rumusan Pancasila.
Dengan
demikian, kedudukan pancasila sebagai dasar negara adalah dasar dari
penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi NKRI. Namun, ketika melihat situasi
sekarang ini Pancasila tengah mengalami gangguan-gangguan. Gangguan tersebut
datangnya dari luar negeri, seperti pesatnya arus budaya barat yang menimbulkan
anak bangsa berperilaku konsumtif. Dari dalam negeri, masyarakatnya hanya mengingat
Pancasila sebagai simbol tanpa pemaknanan dan pengaplikasian dihidupnya.
Pancasila
merupakan pedoman dan pegangan hidup serta penuntun sikap dan perilaku
masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dibayangkan jika dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, kalau pedoman ini menjadi menyimpang tentu
bangsa Indonesia akan kehilangan identitasnya. Apalagi di era demokrasi dan
keterbukaan ini, apapun memang bisa datang dan terjadi di Indonesia. Urgensi
pengamalan Pancasila secara subjektif dapat di wujudkan secara nyata dan
kongkrit, dengan cara diperlukan keteladanan dan panutan dari pemimpin.
Dalam
falsafah kepemimpinan yang di ajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro, para pemimpin
dianjurkan memiliki dan mempraktikan ajarannya, yakni ing ngarso sung tulodho (Seorang pemimpin harus menjadikan dirinya
seorang panutan), ing madyo mangun karso
(pemimpin harus memotivasi masyarakat lapisan bawah untuk bangkit dan mandiri),
dan tut wuri handayani (pemimpin
harus membimbing masyarakat lapisan bawah agar tidak terjerumus pada hal-hal
yang menyimpang).[2]
Meski Ki
Hajar Dewantoro telah menuturkan ajarannya, nyatanya para pemimpin bangsa ini
dalam perilaku politik lebih melihat kepentingan kelompok dan pribadi dari pada
kepentingan rakyat. Selama para pemimpin
tetap menyimpang, NKRI akan tetap jalan di tempat saja. Artinya, NKRI akan
terus kebingungan dalam menentukan jalanya.
Bertolak
dari beberapa penyimpangan oleh pemimpin, sudah tertera secara jelas dalam
Kamus Umum Bahassa Indonesia (Poerwa Darminta, 1976 B) di sebutkan rakyat
adalah segenap penduduk suatu negara, anak buah, orang kebanyakan atau orang
biasa. Rakyat adalah sejumlah manusia yang mendukung suatu negara.[3]
Melalui hakekat rakyat ini sudah semestinya menjadi faktor penentu pengamalan
Pancasila disamping melalui pemerintah.
Menengok
pada kompleksnya nilai-nilai pancasila, penulis sangat setuju apabila Pancasila
ditempatkan sebagai fondasi dari UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika,
apalagi di era reformasi ini.
B. Bab
II Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Pada
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Pancasila diartikan sebagai
ideologi negara. Ideologi memiliki beberapa definisi. Menurut Franz
Magnis-Suseno (2001:366-367) ideologi dibedakan menjadi dua arti, yakni
ideologi dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, istilah
ideologi dipergunakan untuk segala kelokpom cita-cita. Dalam arti sempit,
istilah ideologi merupakan gagasan atau teori menyeluruh tentang makna hidup
yang berisi nilai mutlak bagaimana manusia harus bertindak.[4] Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh
Prof. Dr. Maswadi Rauf (ahli Ilmu Politik Universitas Indonesia), ideologi
adalah rangkaian nilai yang disepakati bersama untuk menjadi landasan atau
pedoman dalam mencapai tujuan atau kesejahteraan bersama.[5]
Pancasila
juga dikatakan sebagai landasan moral. Hal ini bisa diterima, sebab apabila
tanpa Pancasila negara RI tidak pernah ada (menurut Gus Dur). Selain itu,
Pancasila mampu menjamin kebebasan dan pluralitas sehingga bisa diterima
seluruh warga masyarakat dari berbagai kalangan. Penyelenggaraan negara dan
pemerintahan oleh para penyelenggara negara dapat terlaksana dengan baik
apabila penyelenggara negara dan pemerintahan tersebut mejadikan Pancasila
sebagai pedoman dan penuntun dalam melaksanakan pengabdiannya kepada
masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, Pancasila merupakan
nilai-nilai kebenaran dan di anggap sebagai jiwa dari kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia.
Nilai-nilai
yang terkandung pada Pancasila sudah tertanam sejak dahulu sebelum NKRI
terbentuk. Dalam ranah ini, bisa dibenarkan bahwa nilai ketuhanan sudah
dilakukan oleh masyarakat dahulu. Mengapa demikian? Karena sila pertama
Pancasila berisi tentang ketuhanan. Zaman dahulu, masyarakat menyembah pohon,
patung, benda-benda keramat dan lain sebagainya. Menandakan, makna dari
Pancasila begitu sakral dan tidak boleh diselewengkan sebab berakar sampai
ketuhanan. Kemudian Nilai ketuhanan ini terus berkembang, ditandai seiring
dengan majuya zaman yakni berbagai agama masuk ke Indonesia.
Tata nilai
atau norma juga tepat dikatakan mengalami perkembangan. Seperti disebutkan
dalam bukunya Inleiding Toy De Etheik, H
De Vos menulis etika adalah ilmunya sedang kesusilaan atau moral adalah
obyeknya. Dalam bahasa Yunani istilah ethos
masih dibedakan dengan ethos sebagai
kesusilaan dengan adat, sedang dalam bahasa latin tidak. Meskipun demikian ada
perbedaan antara adat dengan kesusilaan. Adat bersifat onpersoonlijk, sudah dengan sendirinya dan tidak menjadi persoalan
perseorangan, sedang kesusilaan tidak demikian. Hubungan antara kesusilaan dan
masyarakat lebih longgar dari pada adat.[6]
Kelonggaran
norma/kesusilaan ini, mengajarkan kepada masyarakat agar hidup secara toleransi
dalam segi apapun. Dalam kaitan itu pula, nilai Pancasila di era sekarang dan
dahulu saling berkaitan satu sama lainnya sehingga tetap berkesinambungan dalam
pelaksanaannya. Kemudian, sila kedua “ kemanusiaan yang adil dan beradab”, sila
ketiga “persatuan Indonesia”, sila keempat “ kerakyatan yang dimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”, sila kelima “keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” berjalan beriringan setelah sila pertama.
Kelima sila
Pancasila bisa terlaksana dengan baik, apabila seluruh warga Indonesia
menjadikannya pandangan hidup, kepribadian, dan dasar Negara. Artinya, yang
dimaksud dengan ketiga hal ini, Pancasila adalah idelogi yang dapat
berinteraksi dengan ideologi yang lain. Ideologi Pancasila dapat mengikuti
perkembangan yang terjadi di Negara lain. Hal ini disebabkan karena ideologi
Pancasila memiliki nilai dasar, nilai instrumental (nilai pendukung utama dari
nilai dasar), dan nilai praktis.[7]
Tiga nilai
ini yang menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup, kepribadian, dan dasar
Negara. Tiga aspek ini sudah sekian lama melekat pada bangsa Indonesia,
meskipun sejak dahulu bangsa Indonesia telah berinteraksi dengan berbagai
peradaban dan kebudayaan dunia lainnya, seperti India, Cina, Jepang, Portugis,
dan lain-lain.
Oleh karena
itu, yang penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, di tengah
gelombang reformasi dan globalisasi adalah bagaimana kita memahami, menghayati
dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan.
C. Bab
III Empat Pilar Penopang Ideologi Pancasila
Berita kekalahan Jepang telah menyebar luas di Tanah
Air. Tokoh-tokoh pejuang seperti Sutan Syahrir dan para pejuang bawah tanah
bersiap-siap untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 14
Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Radjiman ditemui oleh Sutan Syahrir dan
mendesak Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun
Soekarno ketika itu belum yakin dan masih ragu bahwa Jepang telah menyerah
kepada sekutu,dan Soekarno masih ragu untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia karena Proklamasi kemerdekaan Indonesia saat itu dapat menimbulkan
pertumpahan darah serta menelan korban rakyat sangat besar, dan dapat berakibat
sangat fatal jia para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan pada
Moh.Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu
adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara Syahrir
menganggap PPKI adalah badan pemberian Jepang Proklamasi kemerdekaan oleh PPKI
hanya merupakan hadiah.
Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia, maksutnya adalah gagasan murni
ada dan menjadi landasan atau pedoman dalam kehidupan masyarakat yang ada atau
berdomisili dalam wilayah negara dimana mereka merdeka.[8]
Jadi saya
setuju bahwasannya golongan muda mendesak Soekarno untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tanpa menunggu dari Jepang.
Pada
tanggal 15 Agustus 1945 Moh. Hatta mendatangi kantor penguasa militer Jepang
(Gunseikanhu) di Koningsplein (Medan Merdeka) untuk memperoleh konfirmasi
tentang penyerahan Jepang.
Pada
tanggal 15 Agustus 1945 pukul 8 malam diadakan rapat disebuah ruangan di
Bacteriologisch Laboratorium Pegangsaan Timur, dihadiri oleh beberapa pemuda;
Choirul Saleh, Darwis, Djoharnur, Kusnandar, Subardio, Subianto, Margono,
Aidit, Sunyoto, Eri Sudewo, Wikana, dan Armansyah .
D.
Bab IV Pendidikan
Kewarganegaraan, Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945
Pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya penanaman dan penumbuhan serta
penguatan kesadaran bela negara, tidak bisa dilepaskan dengan prinsip dasar
pembinaan sumber daya manusia anak bangsa atau warga negara dalam satu
organisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.[9]
1.
Tujuan
pendidikan kewarganegraan
a. Sebagai usaha
untuk membentuk pola sikap dan pola perilaku peserta didik/warga negara untuk
menjadi warga negara yang berkesdaran bela negara yang bertanggung jawab dan
memiliki komitmen dalam rangka mempertahankan kelangsungan dan perkembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara kesatuan republik Indonesia.
b. Untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia/warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air dan memiliki rasa kesadaran bela negara.
c. Memupuk sikap
perilakuyang sesuai dengan nilai-nilai perjuangan serta patriotisme yang cinta
tanah air, rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
d. Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
masyarakat, berbangsa dan bernegara.
e.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
2.
Ruang lingkup
pendidikan kewarganegaraan
a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup
rukun dan damai dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebangaan sebagai bangsa
indonesia, keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, berpartisipasidalam
pembelaan negara, serta sikap positif terhadap negara kesatuan republik
Indonesia. Dan mempunyai sifat keterbukaan.
b.
Norma, hukum dan
peraturan-peraturan yang meliputi tertib dalam kehidupan berkeluarga,
tertib di sekolah, di lingkungan masyarakat dengan mematuhi norma-norma yang
berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan norma-norma internasional.
c.
Hak Asasi
Manusia yang meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban dalam hidup
bermasyarakat, penghormatan atas perlindungan dan peradilan HAM nasional dan
internasional.[10]
3.
Tujuan
pendidikan pancasila
a. Agar mahasiswa
mengerti dan mengetahui serta memahami tentang sejarah perjuangan bangsa serta
lahirnya pancasila sebagai dasar negara dan sila-silanya serta periode-periode
pancasila sebagai dasar ideologi negara dan falsafah bangsa.
b. Mengantarkan
mahasiswa agar berpikir rasional dan
dinamis serta berpandangan luas sebagai manusia intelektualits untuk mengambil
sikap tanggung jawab sesuai hati nuraninya, menganalisis masalah hidup dan
kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
c. Menghasilkan
peserta didik dengan sikap dan perilaku yang beriman dan bertakwa kepada tuhan
yang maha esa, berpri kemanusiaan yang adildan beradab.
4. Landasan Dasar Pendidikan Pancasila
a. Landasan
Kultural (Kebudayaan)
Contohnya :
1) Di Jawa adanya
balai desasebagai tempat untuk rembug desa
2) Di Bali adanya
balai agung dan dewan orang tua
Budaya musyawarah mufakat telah mendarah daging dalam
kehidupan masyarakat indonesia,hal ini terbukti pada saat menyelesaikan
timbulnya permasalahan dalam masyarakat.
b. Landasan Yuridis
Contohnya :
1) UU No. 20 tahun
2003 tentang sisdiknas
2) UU No. 19 PNPS
tahun 1965 tentang pokok-pokok sisdiknas pancasila
c. Landasan Historis
Contohnya:
1) Sejarah lahirnya
pancasila
2) Piagam Jakarta,
22 juni 1945
d. Landasan
Filosofis
Contohnya:
1) Pancasila
sebagai ideologi negara/bangsa
2) Pancasila
sebagai landasan falsafah bangsa
5.
Landasan Hukum
Negara RI
a. Landasan
Ideologi Pancasila
1)
Sumber Hukum/ tertib hokum
2)
Pandangan hidup
3)
Ideologi negara
4)
Jiwa kepribadian
5)
Cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
6)
Landasan Idill/ Sumber dari segala sumber hokum NKRI
b. Landasan
Konstitusional UUD 1945
1) Hukum dasar
tertulis
2) Sumber hukum
dari setiap ketentuan yang di bawahnya (UU, PP, Kep Pres, dst)[11]
E. Bab
V Penutup
Pancasila bukanlah salah satu dari
empat pilar kebangsaan yang selama ini dikenal dan kita pahami. Empat pilar
kebangsaan menurut pemahaman penulis adalah Proklamasi 17 Agustus 1945, UUD
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah
pilar kebangsaan, bahwa Indonesia telah menjadi negara yang merdeka dan
berdaulat. Sedangkan UUD 1945 adalah pilar kebangsaan, yang menjadi pedoman
atas tatanan kenegaraan dan kebangsaan. Ia adalah pedoman dasar tentang
bagaimana mewujudkan cita-cita luhur bangsa.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah pilar kebangsaan, yang merupakan bangunan utuh dari negara dan bangsa
Indonesia, meliputi seluruh daratan dan perairan, suku bangsa, agama, dan
budaya. Bhinneka Tunggal Ika merupakan pilar kebangsaan, yang menjadi jati diri
dan kepribadian bangsa dan negara Indonesia.
Namun, walaupun Indonesia sudah
memiliki 4 pilar-pilar kebangsaan, berbagai upaya pengingkaran dan pengkhianatan
terhadap ideologi bangsa dan dasar negara Pancasila sampai saat ini sering
terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya darurat pemahaman, penghayatan dan
pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.
Beberapa upaya agar setiap warga
negara bisa keluar dari semua problematika kebangsaan dan kenegaraan ini.
Pertama, para penyelenggara negara dan pemerintahan harus dapat menjadikan
dirinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang berkarakter Pancasila.
Prinsip pelayanan prima yang berkarakter Pancasila memuat prinsip-prinsip yang
menjunjung tinggi moral dan etika pelayanan Pancasila. Yakni bahwa pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat bukan semata-mata sebagai bentuk pengabdian
kepada masyarakat saja, tetapi yang terpenting semuanya itu adalah sebagai
pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.[12]
Kedua, setiap warga negara harus memaknai Pancasila tidak secara simbolis saja
namun menanamkan dalam hatinya sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Walau dalam segi pelaksanaannya, menemui berbagai kendala seorang warga negara
yang sudah menanamkan Pancasila dalam hidupnya akan tetap kokoh ketika
menghadapi problematika kebangsaan dan kenegaraan ini.
Bila
demokrasi dalam bidang politik dan ekonomi berkembang dalam tatanan kehidupan
bangsa, maka Indonesia akan berkembang menjadi negara yang tangguh, mandiri,
patriotik, dan berdaya saing tinggi.
BAB V
KESIMPULAN
A.
Kelebihan
Kelebihan dari Hayono
Isman, terutama dalam karyanya ini. Yakni konsistensi dalam menjelaskan mengapa
Pancasila seharusnya tidak dikatakan sebagai pilar kebangsaan, melainkan
sebagai dasar yang melandasi keempat pilar. Penguraian dari sebab-sebab
Pancasila bukan sebagai pilar kebangsaan, dapat meyakinkan pembaca bahwa
tuturannya bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Apalagi sanggahan dari
Hayono Isman yang ditujukan kepada Taufik Kiemas mengenai hakikat Pancasila
ini. Pada dasarnya, Pancasila benar adanya bila dikatakan dasar yang melandasi
keseluruhan pilar kebangsaan. Dilihat dari sejarah Pancasila itu sendiri,
menyadarkan setiap warga negara Indonesia supaya menghormati dan mengamalkan kandungan
Pancasila.
Pancasila
adalah ruh yang mendasari seluruh pilar kebangsaan. Kita tidak akan hidup di
negara ini jika kita tidak mengakui Pancasila dan mengingkari ajaran-ajarannya.
Karena, Pancasila merupakan ruh yang melandasi kehidupan berwarganegaraan
Indonesia.
B.
Kekurangan
Bahwa buku ini mengupas sisi lain dari Pancasila
yang cukup sulit dipahami masyarakat awam. Merubah pedoman seseorang, lalu
menerapkannya seperti merubah seluruh tatanan. Sehingga menyulitkan masyarakat
awam yang sudah berpedoman bahwa Pancasila adalah salah satu pilar kebangsaan,
meski adapula masyarakat lain mampu dengan cepat merubah pandangannya akan
Pancasila, tetap saja hal ini kerap diabaikan oleh masyarakat awam atau rakyat
kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Karsadi. 2014. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sunoto.
1982. Mengenal Filsafat Pancasila
Pendekatan Melalui: Etika Pancasila. Yogyakarta: PT. Hanindita
Srijanti,
dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Graha Ilmu
Burhan, Wirman. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila dan UUD 1945. Jakarta:
Rajawali Pers
Komentar
Posting Komentar