MAKALAH PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejarah
peradaban islam memang menjadi hal yang sangat menarik untuk dikaji. Utamanya, pada
masa peradaban dinasti Umayyah. Berbagai kisah kebesaran ini memang sungguh
menarik umat seluruh dunia, terutama umat muslim. Dinasti Umayyah adalah
dinasti islam pertama setelah berakhirnya masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin yang ketika itu dijabat terakhir kali oleh
Khalifah Ali.
Dinasti Umayyah
kemudian mengalami perkembangan kekuasan yang terbagi di dua daerah yaitu di
Damsyik dan Cordova. Para khalifah bani Umayyah terdiri dari 29 orang, termasuk
di Cordova. Islam pada masa dinasti Umayyah memberikan kontribusi-kontribusi
yang cukup banyak kepada dunia, terutama di Benua Eropa sebagai akibat
pemerintahan bani Umayyah di Spanyol.
Kebesaran-kebesaran
dinasti ini, patut diapresiasi sampai sekarang. Contohnya, seperti pada bidang
filsafat, sains, ilmu agama, musik dan kesenian, serta bahasa dan sastra. Namun
setelah berkuasa selama kurang lebih 90 tahun, Dinasti Umayyah lama-kelamaan menunjukkan
kemunduran-kemunduran yang diakibatkan oleh beberapa permasalahan di luar
maupun di dalam lingkup kerajaan yang mengakibatkan berakhirnya kebesaran
Dinasti Umayyah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah berdirinya dinasti Umayyah?
2.
Siapa saja para khalifah
pada masa dinasti Umayyah?
3. Bagaimana
peradaban Islam dinasti Umayyah yang berlangsung di Syiria?
4.
Bagaimana peradaban
Islam ketika di Andalusia?
5.
Apa saja hal-hal
yang menyebabkan berakhirnya dinasti Umayyah?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
sejarah berdirinya dinasti Umayyah.
2. Mengetahui
para khalifah pada masa dinasti Umayyah.
3. Mengetahui
peradaban Islam dinasti Umayyah yang berlangsung di Syiria.
4. Mengetahui
peradaban Islam ketika di Andalusia.
5. Mengetahui
hal-hal yang menyebabkan berakhirnya Dinasti Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Dinasti Umayyah
Berdirinya
dinasti Umayyah berawal dari Penyelesaian kompromi Ali dengan Muawiyah yang tidak
menguntungkan bagi Ali, karena hal tersebut menimbulkan pecahnya kaum muslimin,
sehingga kepemimpinan Ali semakin lemah dan Muawiyah semakin kuat.
Umayyah
adalah putera dari Abdul Syam dan keturunan Abdul Manaf, dimana Hasyim masih
keturunan Abdul Manaf dan antara keduanya selalu bertikai dalam memperoleh
kekuasaan sehingga sampai pada keturunannya pun tidak pernah ada kekompakan
antara keduanya.
Selain
itu, dalam hal keuangan, sumber-sumber kekayaan dan tenaga manusia pun Muawiyah
jauh lebih kuat dibandingkan khalifah Ali. Muawiyah juga memiliki sumber-sumber
yang kaya di Syiria dan memiliki dukungan yang tangguh dari keluarganya.
Pada
tanggal 20 Ramadhan 40 H. (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota
Khawarij. Kemudian kedudukan Ali dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa
bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyah semakin kuat,
maka Hasan membuat perjanjian damai.
Perjanjian
ini dapat mempersatukan umat islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di
bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Perjanjian ini terjadi pada tahun 41 H/ 661 M.,
yang disebut sebagai tahun persatuan dan terkenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (‘am jamaah).
Dengan
demikian berakhirlah apa yang disebut dengan masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam
sejarah politik.[1]
B.
Para
Khalifah Dinasti Umayyah
1.
Khalifah
Umayyah di Damsyik
a. Muawiyah
I ibn Abu Sufyan 661-680 M.
b. Yazid
I ibn Muawiyah, 680-683 M.
c. Muawiyah
II ibn Yazid, 683-684 M.
d. Marwan
I ibn Hakam, 684-685 M.
e. Abd
al-Malik ibn Marwan, 685-705 M.
f. Al-Walid
I ibn Abd al-Malik, 705-715 M.
g. Sulaiman
ibn Abd al-Malik, 715-717 M.
h. Umar
ibn Abd al-Aziz, 717-720 M.
i.
Yazid II ibn Abd
al-Malik, 720-724 M.
j.
Hisyam ibn Abd
al-Malik, 724-743 M.
k. Al-Walid
II ibn Yazid II, 743-744 M.
l.
Yazid III ibn
al-Walid, 744 M.
m. Marwan
II ibn Muhammad, 744-750 M.
2.
Khalifah
Umayyah di Cordova
a. Abd
ar-Rahman I, 756-788 M.
b. Hisyam
I, 788-796 M.
c. Al-Hakam
I, 796-822 M.
d. Abd
ar-Rahman II, 822-852 M.
e. Muhammad
I, 852-886 M.
f. Al-Mundhir,
886-888 M.
g. Abdallah
ibn Muhammad, 888-912 M.
h. Abd
ar-Rahman III, 912-961 M.
i.
Al-Hakam II,
961-976 M.
j.
Hisyam II,
976-1008 M.
k. Mohammed
II, 1008-1009 M.
l.
Sulaiman,
1009-1010 M
m. Hisyam
II, menaiki takhta semula, 1010-1012 M.
n. Sulaiman,
menaiki takhta semula, 1012-1017 M.
o. Abd
ar-Rahman IV, 1021-1022 M.
p. Abd
ar-Rahman V, 1027-1031 M.[2]
Diantara khalifah-khalifah tersebut,
khalifah-khalifah besar dinasti Umayyah adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680
M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M),
Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743 M).[3] Mereka
berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Andalusia (semenanjung Liberia),
sekarang Portugis dan Spanyol) dan menaklukkan berbagai kota dan daerah di
bagian selatan Prancis.[4] Sehingga dalam sejarah
peradaban islam era Umayyah, kekuasaan berlangsung di Syiria dan Andalusia.
C.
Peradaban
Islam Dinasti Umayyah di Syiria (661-680 M)
Dinasti
Umayyah di Syiria berlangsung selama 90 tahun dengan kurang lebih 14 khalifah
yang berpusat di Syiria. Khalifah yang menjabat pertama kali di Dinasti Umayyah
adalah Muawiyah. Pada masa ini, dua masalah besar berhasil teratasi. Yang pertama, ialah mengubah sistem
administrasi pemerintahan menjadi bercorak Arab dan tidak lagi membutuhkan pegawai-pegawai
asing yang pada mulanya dibutuhkan. Yang kedua,
ialah mencetak uang sendiri.
Dengan
berkuasanya Muawiyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchi heridetas (kerajaan turun
menurun). Kemudian Muawiyah digantikan oleh putranya yaitu Yazid Ibn Muawiyah.
Pengangkatan Yazid mendapat respon keras dari masyarakat karena Muawiyah
sendiri telah mengganti sistem pemerintahan dari khalifah menjadi kerajaan.
Yazid
bukan orang yang mempunyai kemampuan. Karena itu ia memerintah rakyatnya dengan
politik penindasan Machiavelistik
yang tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin sebelumnya. Pengangkatan Yazid
mendapat respon keras dari masyarakat.[5]
Muawiyah tidak menepati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika ia naik
tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah
diserahkan kepada pemilihan umat islam.
Deklarasi
pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya
gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang
saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah
tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian
mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil
sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali
Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut
Ali) melakukan penggabungan kekuatan kembali.
Perlawanan
terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah
dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat
muslim di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai
khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah
didekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya
dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya di Karbela.[6]
Tidak
berapa lama setelah terbunuhnya Husein ibn Ali terjadi tragedi yang lain lagi,
yaitu pembunuhan terhadap Abdullah ibn Zubair pada zaman kekuasaan Abdul Malik
ibn Marwan. Beberapa tragedi ini berujung dengan Berakhirnya Dinasti Umayyah
Syiria yang disebabkan oleh tiga kekuatan yang mengancam dari Bani Hasyim,
Khawarij, dan Mawali.
D.
Peradaban
Islam di Andalusia ( 705-1031 M)
1.
Masuknya
Islam di Spanyol
Islam masuk ke spanyol pada tahun 93 H , bertepatan
dengan tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara, yang dipimpin oleh Tariq bin
Ziyad, Spanyol sebelum kedatangan islam dikenal dengan nama Iberia atau Asbania,
kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal.
Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutkannya Andalusia. Dengan tujuan
secara umum untuk membawa rahmat bagi seluruh alam dan secara khusus untuk
menyejahterakan kehidupan masyarakat di daerah ini. Hal ini dilakukan karena pada
saat Islam masuk ke Spanyol, keadaan sosial, politik, dan ekonomi Spanyol dalam
keadaan menyedihkan.
Spanyol merupakan provinsi kekaisaran Romawi, ketika
kekaisaran Romawi diserbu oleh bangsa Teutonik, keadaan yang lebih baik sirna, Bahkan
keadaaan semakin buruk. Negeri itu terpecah menjadi sejumlah negara kecil ,
ketidak toleran agama dari pennguasa Gothik yang menguasai Spanyol waktu itu
membuka jalan bagi penahklukan Spanyol oleh orang-orang Islam. Mereka tidak
bisa bersikap toleran terhadap agama lain kecuali Kristen.
Di Spanyol banyak penduduk Yahudi yang sangat
tertekan oleh raja – raja, bangsawan, dan pendeta Gothik . Mereka berusaha
untuk mengangkat senjata tetapi mereka dijadikan budak Kristen. Ketika orang-orang
Islam masuk Spanyol , masyarakat di daerah ini mendukungnya.
Dengan masuknya orang-orang Islam di daerah
tersebut, Islam di Spanyol semakin berkembang hingga beberapa periode.[7]
2.
Perkembangan
Islam di Spanyol
Islam di Spanyol telah berkuasa selama tujuh
setengah abad. Sejarah panjang Islam di Spanyol dapat dibagi dalam enam
periode.
a.
Periode
Pertama (711-755 M)
Pada
periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan di bawah wali yang di angkat
oleh khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini
stabilitas politik negeri spanyol belum tercapai secara sempurna,
gangguan-gangguan masih terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar.
Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite pengusa,
terutama akibat perbedaan etnis dan golongan.
Di
samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan
gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing bahwa merekalah
yang paling berhak mengusai daerah Spanyol ini.
Oleh karena itu terjadi dua puluh kali pergantian wali ( gubernur ) Spanyol
dalam waktu yang sangat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan sering terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan
perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal afrika utara dan Arab. Di dalam
etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing, yaitu
suku Qaisy ( Arab utara ) dan Arab Yamani ( Arab selatan ). Perbedaan etnis ini
sering terjadi menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur
yang tangguh. Itulah sebabnya di spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang
mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan
dari luar datang dari sia-sia musuh islam di spanyol yang bertempat tinggal di
daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada
pemerintahaan islam gerakan ini terus
memperkuatan diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu
mengusir islam dari bumi spanyol.
Karena sering terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar,
maka dalam periode ini islam spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di
bidang peradaban dan kebudayaa. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd
al-Rahman Al- Dakhil ke spanyol pada tahun 138 H/755 M.[8]
b.
Periode
Kedua (755-912 M)
Pada
periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar Amir
(panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pemerintahan Islam, yang
ketika itu di pegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah
Abdurahman 1 yang memasuki Spanyol tahun 138/755 M dan di beri gelar Al-dakhil
(yang masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos
dari kerajaan Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil mendirikan dinasti
Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan dinasti Bani
Umayyah di Spanyol.
Pada periode ini, umat Islam di Spanyol mulai
memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang
peradaban. Abd al-Rahman Al-dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah
yang di kota-kota di Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakan hukum Islam,
dan hakam di kenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsi
tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al- Ausath dikenal sebagai pengusaha yang cinta ilmu 19.
Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada
periode ini, para ahli dari zaman Abdurrahman al-Ausht. Ia mengundang para ahli
dari dunia islam lainnya untuk datang ke spanyol sehingga kegiatan ilmu
pengetahuan di spanyol mulai semarak.
Seklipun
demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi, pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya
gerakan kristen fanatik yang mencari
kesyahidan ( martyrdom ). Namun,
Gereja kristen di seluruh Spanyol
tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan
kebebasan beragam. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri
berdasarkan hukum Kristen.
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang
dari umat islam sendiri. Golongan pembrontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara yang
berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu
sejumlah orang yang tak puas
membangkitkan revolusi. Yang penting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hasfun dan anaknya yang
berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara
orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[9]
c.
Periode
Ketiga (912-1013 M)
Periode
ini berlangsung mulai dari pemerintah Abd
al-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “ raja-raja
kelompok” yang di kenal dengan sebutan Al-Muluk
-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintahkan oleh pengusa dengan gelar khalifah, penggunakan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdulrahman III, bahwa Al-mutakdir, khalifah berdaulat Bani Abbas
di Bagdad meninggal dunia
dibunuh oleh pengawalnya sendiri.
Menurut penilaiannya keadaan, ini menunjukan suasana pemerintahan Abbasyiah
sedang berada dalam kemelut. Ia pendapat bahwa saat ini merupakan
saat yang paling tepat untuk
memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150
tahun lebih. Karena itu, gelar ini mulai pada tahun 929 M. Khalifah-khalifah
yang terbesar yang memerintah periode ini ada tiga orang, yaitu Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M),
Hakam II ( 961- 976 M), dan Hasyim II ( 976- 1009 M).
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai
puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi
kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nashir mendirikan Universitas
Cordova. Perpustakaan memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolekter buku dan pendirian
perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahterahan dan
kemakmuran. Pembangunan kota tercepat.
Awal dari kehancuran khalifah Bani Umayyah di
Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para
penjabat. Pada tahun 981 M, khalifah
menunjuk Ibn Abi’Amir sebagai sebagai
pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menacapkan kekuasaan dan melebarkan wilayah
kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingan. Atas
keberhasilan-keberhasilannya, dia mendapatkan gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat
pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya
Al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi,
setelah wafat pada tahun 1008 M, ia di gantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas
bagi jabatan itu.
Dalam
beberapa tahun saja, negara yang tadinya
makmur dilanda kekacauan dan akhirnya
kehancuran total. Pada tahun 1009 M, khalifah mengundurkan diri, beberapa orang yang di coba untuk menduduki
jabatan itu tidak ada yang sanggup
memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, dewan menteri
yang memperintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, sudah terpecah dalam banyak sekali negara
kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
d.
Periode
Keempat (1013-1086 M)
Pada
periode ini, Spanyol terpecah menjadi tiga puluh negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-mulukuth-Thawaif,
yang berpusat di suatu kota Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya.
Yang terbesar di antaranya adalah Abbdadiyah di Selville. Pada periode ini umat
islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi
perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta
bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa
keadaan politik islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada
periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangaan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intektual terus berkembang pada periode ini, istana-istana mendorong para sarjana dan sasterawan untuk
mendapat pelindungan dari satu istana ke istana lain.[10]
Gambar 1.1
Perpecahan negeri-negeri Andalusia, Spanyol
e.
Periode
Kelima (1086-1248 M)
Pada
periode ini, Spanyol islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara,
tetapi satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun
(1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah
gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyifin di afrika Utara. Pada
tahun 1062 M , ia berhasil mendirikan
sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “ Undangan “
pengusaha-pengusaha islam di sama yang
tengah memikul beban berat perjuangan
mempertahankan negeri-negerinya dari
serangan-serangan orang-orang kristen. Ia dan tentaranya memasuki ke Spanyol
pada tahun 1086 M dan berhasil
mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja
muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil
untuk itu. akan tetapi,
penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfir adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun
1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun Spanyol dan
di gantikan oleh Dinasti Muwahhidun.
Pada
masa Dinasti Murabithun, Saragossa jatuh
ketangan kristen, tepatnya pada tahun
1118 M, di Spanyol sendiri, sepeninggalan
dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya
berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang
berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini, Muwahhidun didirikan oleh Muhammad
ibn Tumart (1128). Dinasti ini datang ke spanyol di bawa pimpinan Abd
al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan tahun 1154 M, kota-kota muslim penting.
Cordova, Almeria, dan Granada jatuh ke bawah kekuasaan.
Dinasti
ini mengalami banyak keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara kristen memperoleh
kemenangan besar di Las Navas de tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami
Muwahhidun menyebabkan pengusanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan
kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di
bawah pengusaha-pengusaha kecil. Dalam kondisi demikian umat islam tidak mampu
bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova
jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol
kecuali Granada lepas dari kekuasaan islam.
.
f.
Periode
Keenam (1248-1492 / 1609 M)
Pada
periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani
Ahmar ( 1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti zaman Abdurrahman
An-Nasir. Akan tetapi secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah
yang kecil. Kekuasaan islam yang merupakan pertahanan terakhir di spanyol ini
berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan
kekuasaanya. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena
menunjukan anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak
dan berusaha merampas kekuasaanya, dalam pemberontaknya itu, ayahnya terbunuh
dan di gantikan oleh Muhammad ibn sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan
kepada ferdenand dan isabella untuk menjatuhkannya,. Dua penguasa kristen ini
dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. 26
Ferdenand
dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar kristen melalui perkawinan
itu cukup merasakan puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat islam
di spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang kristen
tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah.
Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan isabella, kemudian hijrah
ke Afrika utara. Dan demikian berakhirlah
kekuasaan islam di spanyol tahun 1492 M. Umat islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk
kristen atau pergi meningal spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak
ada lagi umat islam di daerah ini.[11]
3.
Kemajuan
Peradaban Islam di Spanyol
Spanyol islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh
adanya penguasa- penguasa yang kuat yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan
umat islam, seperti Abd al-Rahman, al-Dakhil Abd al-Rahman, al-Wasid dan Abd
al-Rahman–al–Nasir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang
oleh kebijaksanaan oleh penguasa-penguasa yang lainnya yang memelopori kegiatan
ilmiah dan adanya toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut
agama Kristen Dan Yahudi. Terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang
melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan membangun fisik di Spanyol. Berikut
beberapa kemajuan peradaban Islam Spanyol dalam berbagai bidang :
a.
Kemajuan
Intelektual
1)
Filsafat
Islam
di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam
catatan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui
ilmu pengetahuan. Yunani Arab ke Eropa Arab pada abad ke-12. Minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M. Selama
pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad Abd- ar-Rahman (832-886
M).
Atas
inisiatif al-Hakam (961-976 M) karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari
Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordovadengan perpustakaan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan di dunia islam.
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibn
as-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajah, dilahirkan di Saragosa. Tokoh
utama kedua adalah Abu Bakar ibn Tuffail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun
kecil di sebelah timur Granada. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi
dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian
akhir abad ke-12 M, menjadi saksi munculnya pengikut Aristoteles yang terbesar
di bidang filsafat dalam Islam yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. Ciri khas dari
keahlian Ibnu Rusyd yaitu menekuni masalah-masalah menahun tentang keserasian
filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid. Karya-karya Ibnu Rusyd yang terkenal adalah Mabadu Falasifah, Kulliyat, Tafsir Urjuza,
Kasful Afillah. Selain seorang filosof, Ibnu Rusyd juga seorang dokter dan
terkenal dengan buku kedokterannya yaitu al-Hawi.
2)
Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, musik, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik,
Abbas ibn Farnas termashyur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ibrahim ibn Yahya
an-Naqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya
gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ahmad ibn Ibbas dari Cordova
adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan binti Abi Ja’far dan saudara
perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Para
dokter ahli kedokteran yang terkenal antara lain:
a. Thabib
ibn Qurra’ (221-228 H./836-901 M.) dianggap sebagai bapak ilmu kimia.
b. Ar-Razi
atau Razes (251-313 H./809-873 M.) karangannya terkenal dalam bidang penyakit
campak dan cacar yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
c. Ibnu
Sina (370-428H./980-1037 M.) orang Eropa menyebutnya Avicena. Di samping seorang filosof, ia juga seorang dokter dan
ahli musik. Karangannya yang terkenaladalah Shafa
(terdiri dari 18 jilid), Najat, Sadidiya
(terdiri dari 5 jilid), Danes Nameh, al-Qanun fi at-Thib (buku tentang
kedokteran yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin).
Dalam
bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak
pemikir terkenal. Ibnu Jubar dari Valensia (1145-1228 M) menulis tentang
negeri-negeri muslim Mediterania dan Seolia dan Ibnu Batuthah dari Fagier
(1304-1377 M.). Ibnu al-Khatib (1317-1374 M.) menyusun riwayat Granada.
Sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah.[12]
3)
Ilmu
Agama
Kemajuan
ilmu agama di Spanyol bermula dari kepindahan beberapa orang sahabat dan tabiin
bernama Musa ibn Nusair ketika menaklukkan Spanyol. Diantara mereka adalah
Al-Munaizir dan al-Munzir, Musa ibn Nusair, Ali ibn Rabah dan Hanasy ibn
Abdillah al-san’ani.
Adapun
puncak kemajuan dan kejayaan ilmu agama Islam di Spanyol ditandai oleh
munculnya ulama-ulama kenamaan yang masing-masing membidangi berbagai disiplin
ilmu agama. Diantara mereka tercatat sebagai ahli Hadits, ahli fiqh, ahli ilmu
kalam, dan ilmu tasawwuf. Beberapa ulama Spanyol yang terkenal di bidang Hadits
adalah Ibn Hazm, Abdullah ibn Yasin, Muhammad ibn Timrt, Abi al-Walid al-Baji,
Abi Amr Yusuf ibn Abd al-Barr, Ya’qub al-Mansur, Abi al-Walid ibn Rusyd, Ibn
Asim, dan Abi Ali al-Husain ibn Ahmad al-Gassani.
Ilmu
fiqh berkembang di Spanyol, apa lagi setelah Al-Auza’I, sebagai ulama fiqh.
Ilmu kalam juga berkembang di Andalus, salah satu tokohnya adalah Ibn Hazm. Ibn
Hazm dikenal sebagai ulama yang besar andilnya dalam memurnikan aqidah sehingga
koreksi dan sanggahannya tidak hanya tertuju kepada aliran islam saja tetapi
kepada faham Yahudi dan Nasrani.
Ilmu
agama lain yang turut melengkapi kejayaan peradaban Islam Spanyol adalah
tasawuf. Di antara tokohnya yang terkenal adalah Ibn Massarah. Namun, ia tidak
menyebarkan ilmu ini ke masyarakatnya karena ia menyadari bahwa paham ini masih
sangat asing bagi mereka. Sehingga ia mewariskan ilmu tasawuf kepada
murid-muridnya : al-Hasyimi, dan Muhy al-Din ibn Araby.[13]
4)
Musik
dan Kesenian
Musik
dan kesenian pada masa Islam di Spanyol sangat masyhur. Musik dan seni banyak
memperoleh apresiasi dari para tokoh penguasa istana. Al-Hasan bin Nafi merupakan
tokoh terkenalnya yang mendapat gelar Zaryab.
Zaryab juga terkenal sebagai pencipta
lagu-lagu. Zaryab selalu menampilkan kebolehannya.[14]
Adapun
bidang seni bangun mencapai puncaknya dengan dibangunnya istana Al-Hamra di
Granada yang dimulai tahun 1246 atas perintah Sultan Nasriyyah.[15]
5)
Bahasa
dan Sastra
Bahasa
Arab di wilayah Spanyol Islam berkembang menjadi bahasa ilmiah dan bahasa resmi
negara. Banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, diantaranya: Ibnu
Sayyidih, Muhammad bin Malik, pengarang Alfiyah (tata bahasa Arab), Ibnu
Khuruf, Ibnu Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al- Hasan bin Usfur dan Abu
Hayyan Al-Gharnathi.
Puisi-puisi
Arab juga berkembang dengan suburnya. Banyak di antara para penguasa Islam
Spanyol memiliki penyair-penyair ternama dizamannya. Kota-kota seperti Seville,
Cordova dan Granada merupakan kota-kota yang banyak menghimpun para penyair dan
sastrawan, diantaranya adalah Ibn Zaidun (1003-1071 M).[16]
Karya-karya
sastra banyak bermunculan, seperti Al-Aqd
Al-Farid karya Ibnu Abd Rabbih, Adz-Dzakirah
fi Mahasin Ahl Al-Jazirah karya Ibnu Bassam, Kitab Al-Qalaid karya Al-Fath bin Khaqan, dan lain-lain.[17]
b.
Kemajuan
di Bidang Arsitektur Bangunan
Andalusia terkenal dengan seni bangunannya yang
sungguh megah dan elok. Beberapa dari kemegahan bangunan itu terdapat di
kota-kota di Spanyol. Berikut diantaranya:
1)
Cordova
Cordova adalah
ibu kota Spanyol sebelum islam yang kemudian diambil alih oleh Dinasti Umayyah.
Kota Cordova oleh penguasa muslim dibangun dan diperindah. Jembatan besar
dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun
untuk menghiasi ibukota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon yang megah diimpor dari
timur. Di seputar ibukota berdiri istana-istana yang megah yang semakin
mempercantik pemandangan. Diantara kebanggan kota Cordova lainnya adalah Masjid
Cordova. Cordova memiliki 491 masjid.
2)
Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat islam di Spanyol.
Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hambra
yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol
Islam. Selain masjid Al-Hambra, masih ada kota dan istana Al-Zahra, istana
Al-Gazar, dan menara Girilda.
3)
Sevilla
Kota Sevilla
dibangun pada masa pemerintahan Al-Muwahidin. Sevilla pernah menjadi ibukota
yang indah bersejarah. Dahulunya daerah ini adalah rawa-rawa. Sevilla telah
berada di bawah kekuasaan Islam kurang lebih 500 tahun. Salah satu bangunan
masjid yang didirikan pada tahun 1171 pada masa pemerintahan Sultan Yusuf Abu
Ya’kub, kini telah berubah dari masjid menjadi gereja dengan nama Santa Maria
de la Sede.
4)
Toledo
Toledo merupakan
kota yang penting di Andalusia sebelum dikuasai Islam. Ketika Romawi menguasai
kota Toledo, kota ini dijadikan ibu kota kerajaan. Dan ketika Thariq bin Ziyad
menguasai Toledo tahun 712 M, kota ini dijadikan pusat kegiatan umat Islam.
Toledo kemudian direbut oleh Raja Alfonso VI dari Castilia. Beberapa bangunan
masjid di Toledo kini dijadikan gereja oleh umat Kristen.
Banyak
faktor yang mempengaruhi kemajuan Islam di Spanyol, antara lain didukung oleh
adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan umat Islam, seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, Abdurrahman Al-Wasith, dan
Abdurrahman An-Nashr.
Selain
itu, toleransi agama antar umat di Spanyol tegakkan oleh penguasa. Sehingga
penganut agama Kristen dan Yahudi ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab
Islam di Spanyol.[18]
Adapun
sebab-sebab yang menjadikan kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara
lain :
a. Konflik
penguasa Islam dengan penguasa Kristen
b. Tidak
adanya ideologi pemersatu
c. Karena
kesulitan ekonomi
d. Tidak
jelasnya sistem peralihan kekuasaan
e. Karena
letaknya yang terpencil dari pusat wilayah dunia Islam yang lain.[19]
4.
Pengaruh Peradaban Islam Spanyol di
Eropa
Spanyol merupakan tempat paling utama bagi Eropa untuk
menyerap peradaban islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun
perekonomian dan peradaban antar Negara.
Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada
di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan Negara-negara tetangganya Eropa,
terutama dalam pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.
Termasuk di dalamnya pemikiran Ibnu Rusyd ke Eropa berawal
dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di Universitas-universitas
Islam di Spanyol, seperti Universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan
Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku
karya ilmuan-ilmuan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah
pulang ke negrinya mereka mendirikan sekolah dan Universitas yang sama.
Universitas pertma di Eropa, adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun
1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibnu Rusyd.
Diakhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah
universitas. Dalam universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari
universitas-universitas islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti,
dan filsafat. Pemikiran filsavat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran
al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah
berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) Yunani di Eropa pada abad
ke-14. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui
terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali
ke dalam Bahasa Latin.
Akan tetapi, walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri
Spanyol dengan cara yang sangat kejam, namun gerakan-gerakan kebangkitan telah
kembali. Demikian juga bahasa Arab telah berpengaruh besar di Eropa. Selama
islam di Andalusia, telah banyak nama-nama benda yang dikenal di Barat berasal
dari bahasa Arab.
Diantara kata-kata bahasa Arab banyak yang masuk ke dalam
suku kata bahasa Eropa seperti ke dalam bahasa Spanyol, Inggris, Prancis, dan
Jerman. Misalnya kata-kata: as-sukkar
(gula), menjadi azukar (Spanyol), sugar (Inggris), al-kuhul (alcohol) menjadi alkohol, al-fil (gajah) menjadi marfil, syarab
(minuman cair) menjadi syrup, dan lain sebagainya.
Demikian besar pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa,
sehingga Bangsa Eropa maju dalam ilmu pengetahuan dan peradaban dikarenakan
mereka belajar kepada kaum muslimin di Andalusia Spanyol.[20]
5. Transmisi Ilmu-ilmu Ke-Islaman di Eropa
Semenjak
abad ke 11 M, umat Islam mendapat serangan dari berbagai jurusan. Di Andalusia,
Raja Ferdinand I (1035-1065 M) mempersatukan kekuatan membentuk Kerajaan Leon
yang kuat, mulai menyerang kekuasaan Islam guna merebut kembali daerah-daerah
mereka yang merupakan awal dari pengusiran umat Islam di Andalusia. Di pantai
timur Laut Tengah, umat Islam mendapat serbuan tentara Salib selama dua abad.
Transmisi ilmu pengetahuan Islam mengalir ke Eropa melalui berbagai jalur,
diantaranya sebagai berikut :
a. Melalui Perang Salib
Frederick II menyumbangkan Universitas di Napels pada
tahun 1224, salah satu Universitas pertama di Eropa yang ditegakkan dengan
sebuah piagam yang jelas dan terang. Ia menghimpun sebuah kumpulan besar naskah
Arab, buku Aristoteles dan Averros yang diminta untuk diterjemahkan dan
digunakan dalam daftar pelajaran dan dikirimkan ke Universitas di Paris dan
Bologna.
b. Melalui Negeri Silicia
Transmisi mengalirnya ilmu pengetahuan Islam ke Eropa,
yaitu melalui pulau Silicia (Siqiliyah). Pulau Silicia merupakan alat
penghubung pengetahuan kuno dan pengetahuan abad pertengahan. Sebagian rakyatnya terdiri dari Yunani yang berbahasa
Yunani, sebagian dari Muslim yang berbahasa Arab, dan suatu golongan sarjana
yang paham akan bahasa Latin.
Raja-raja Norman dan para pengganti kerajaan Silicia
mengusai bukan hanya pulau tersebut, melainkan juga Italia selatan, merekalah
yang menyeberangkan berbagai kebudayaan Islam ke semenanjung Italia dan eropa
Tengah. Ada dua jembatan penyeberangan filsafat Islam ke eropa, pertama melalui
orang-orang Islam Andalusia (Spanyol), kedua melalui orang Sicilia. Sebenarnya
tidak hanya filsafat, tetapi juga matematika, astronomi, maupun obat-obatan.
Sumbangan Sicilia dan Italia sebagai tempat
penyeberangan ilmu-ilmu keislaman Eropa memang tidak sehebat Andalusia, nama
seperti Gerard of Cremona (1114-1187 M) berasal dari Itali, banyak melakukan
penerjemahan dari buku-buku yang asalnya berbahasa Arab.
c. Melalui Andalusia (Spanyol)
Peran Andalusia (Spanyol) sebagai wahana penyeberangan
ilmu pengetahuan ke Eropa tidak diagukan lagi. Semasa Islam di Andalusia, ada
sejumlah perguruan tinggi terkenal di sana. Perguruan-perguruan itu antara lain
Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada. Pelajaran yang diberikan di
Universitas Granada antara lain ilmu ketuhanan, yurisprudensi, kedokteran,
kimia, filsafat, dan astronomi. Para perintis ilmu di kalangan luar Islam yang
pernah di Andalusia dalam bidang matematika, astronimi, astrologi, obat-obatan,
kedokteran, filsafat, kimia dan lain-lain. Di antara mereka tercatatlah
nama-nama seperti dari Prancis Gerbert d’Aurilac di Prancis, Adelard dari Bath,
Robert dari Chester, Hernan dari Cathiria, dan Gerard dari Cremona.
Gerard dari Cremona cukup besar dalam transfer ilmu
pengetahuan dari Andalusia ke Eropa, karena kecintaan pada ilmu pengetahuan.
Ketika pertama kali tiba di Toledo, ia mempelajari bahasa Arab sehingga ia
dapat mentransfer ilmu-ilmu dari bahasa arab ke bahasa latin. Aneka bidang ilmu
telah diterjemahkan, seperti ilmu matematika, astronomi, geografi, aljabar, dan
ilmu kedokteran.
Di Andalusia sedikit demi sedikit umat islam
kehilangan kekuasaannya. Mula-mula kota Toledo direbut oleh Kristen pada tahun
1085 M, hilanglah pusat sekolah tinggi dan pusat ilmu pengetahuan islam beserta
segala isinya yang terdiri dari perpustakaan beserta ilmuwan-ilmuwannya.
Tahun 1236 M, menyusul Cordova di rampas oleh Raja
Alfonso VII dari Castilia, maka hilang pula pusat kebudayaan dunia di sebelah
barat beserta masjid raya Cordova yang didirikan oleh amir-amir Umayyah di
Andalusia, perpustakaan yang didirikan oleh Hakam II dengan buku-bukunya dari
segala cabang ilmu. Kehilangan itu terus berlanjut kota demi kota, menyusul
sevilla, Malaga, dan Granada. Akhirnya umat Islam beserta raja Bani ahmar
terakhir, Abu Abdullah, harus terusir dari Andalusia.
Penyaluran ilmu
pengetahuan ke Eropa dimulai ketika Toledo jatuh ke tangan Kristen. Untuk mempermudah
penyerapan ilmu-ilmu Arab, di Toledo didirikan sekolah tinggi terjemah.
Pekerjaan ini dipimpin oleh Raymond. Buku-buku yang disalin adalah buku bahasa
arab yang masih tersisa dari pembakaran. Di antara penerjemah yang terkenal
adalah Avendeath (Ibnu Daud, bangsa Yahudi), yang menyalin buku astronomi dan
astrologi dalam bahasa latin. Satu lagi Gerard Cremona, mencoba mengimbangi
pekerjaan Hunain bin Ishak menyalin buku filsafat, matematika, dan ilmu
kedokteran. Kemudian Toledo menjadi pusat perkembangan ilmu-ilmu Islam ke dunia
barat. Peranan Toledo bertambah lengkap setelah umat Islam diusir dari
Andalusia. Buku yang tersisa dari kota lain di Andalusia seperti cordova,
sevilla, Malaga, dan Granada, dapat mereka manfaatkan. Bangsa barat benci
terhadap Islam, akan tetapi haus kepada ketinggian dan peradabannya.[21]
E. Masa Kemunduran dan Berakhirnya Dinasti Umayyah
Banyak sebab yang turut mengakibatkan jatuhnya Bani Umayyah.
Menurut Ibnu Khaldun, mundurnya suatu dinasti adalah suatu gejala alamiah
sejarah. Usia efektif suatu imperium dinasti tidak bisa lebih dari jangka usia
manusia. Dan masa 100 tahun pada umumnya merupakan waktu yang paling lama yang
dapat diharapkan bagi usia seseorang. Dinasti Umayyah telah hidup kira-kira 90
tahun dan keluarga itu telah memburuk sehingga sama sekali tidak mungkin
diperbaiki. Kelemahan keluarga yang memerintah itu merupakan sebab pertama dan
terpenting bagi kejatuhan dinasti Umayyah.[22]
Dinasti Bani Umayah
mengalami masa kemunduran, di tandai dengan melemahnya sistem politik dan
kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti ini. Di
antaranya adalah masalah politik, ekonomi, dan sebagainya.
Seperti diketahui bahwa
setelah Hisyam bin Abdul Malik, para khalifah Bani Umayah tidak ada yang dapat
di andalkan untuk mengendalikan pemerintahan dan keamanan dengan baik. Selain
itu mereka juga tidak dapat mengatasi pemberontakan di dalam negeri secara
tuntas. Bahkan mereka tidak mampu lagi menjaga keutuhan dan persatuan di
kalangan keluarga Bani Umayyah. Sehingga sering terjadi pertikaian di dalam
rumah tangga istana. Penyebabnya adalah perebutan kekuasaan.
Setelah sekian lama
mengalami masa-masa kemunduran akhirnya Dinasti Umayyah benar-benar mengalami
kehancuran atau keruntuhan. Keruntuhan ini terjadi pada masa pemerintahan
Marwan bin Muhammad setelah memerintah kurang lebih 46 tahun (744-750 M).
Akhirnya, pada tahun 750 M,
daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim
al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir bani Umayyah, melarikan
diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.[23]
Terjadinya kemunduran
dinasti ini selain faktor eksternal, juga disebabkan oleh masalah internal pemerintahan
seperti sikap arogan sebagian khalifah, hidup semena-mena dan kurang bermoral
sehingga lupa diri. Tugas kekhalifahan akhirnya terbengkalai.
Adapun sebab-sebab kehancuran Dinasti Umayyah sebagai
berikut:
1.
Sistem pergantian khalifah
melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru dalam tradisi Arab yang lebih
mengutamakan aspek senioritas, sehingga hal tersebut menimbulkan persaingan di
kalangan istana.
2.
Melemahnya kekuatan negara
karena harus menghadapi banyak konflik antar kelompok seperti sisa-sisa Syi’ah
(para pengikut Ali).
3.
Bertambah meruncingnya
pertentangan antara suku Arabia Selatan (Bani Kalb) dengan suku Arabia Utara
(Bani Qays) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, dan intensnya
pertentangan kaum Mawali.
4.
Lemahnya perhatian penguasa
kepada ilmu agama.
5.
Munculnya kekuatan baru
yang dipimpin oleh keturunan al-Abbas bin Abd al-Muthalib yang didukung penuh
oleh kaum Syi’ah, Bani Hasyim dan kelompok Mawali.[24]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Berdirinya
dinasti Umayyah berawal dari Penyelesaian kompromi Ali dengan Muawiyah yang
tidak menguntungkan bagi Ali, karena hal tersebut menimbulkan pecahnya kaum
muslimin, sehingga kepemimpinan Ali semakin lemah dan Muawiyah semakin kuat.
Dalam hal keuangan, sumber-sumber kekayaan dan tenaga manusia pun Muawiyah jauh
lebih kuat dibandingkan khalifah Ali. Umat islam dapat kembali bersatu dalam
satu kepemimpinan politik melalui perjanjian damai, di bawah Muawiyah ibn Abi
Sufyan. Perjanjian ini terjadi pada tahun 41 H/ 661 M., yang disebut sebagai
tahun persatuan dan terkenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (‘am jamaah).
2.
Para Khalifah
Dinasti Umayyah di Damsyik yaitu Muawiyah I ibn Abu Sufyan, Yazid I ibn
Muawiyah, Muawiyah II ibn Yazid, Marwan I ibn Hakam, Abd al-Malik ibn Marwan, Al-Walid
I ibn Abd al-Malik, Sulaiman ibn Abd al-Malik, Umar ibn Abd al-Aziz, Yazid II
ibn Abd al-Malik, Hisyam ibn Abd al-Malik, Al-Walid II ibn Yazid II, Yazid III
ibn al-Walid, Marwan II ibn Muhammad.
Khalifah Umayyah di
Cordova yaitu Abd ar-Rahman I, Hisyam I, Al-Hakam I, Abd ar-Rahman II, Muhammad
I, Al-Mundhir, Abdallah ibn Muhammad, Abd ar-Rahman III, Al-Hakam II, Hisyam
II, Mohammed II, Sulaiman, Hisyam II menaiki takhta semula, Sulaiman menaiki
takhta semula, Abd ar-Rahman IV, Abd ar-Rahman V.
Diantara
khalifah-khalifah tersebut, khalifah-khalifah besar dinasti Umayyah adalah
Muawiyah ibn Abi Sufyan, Abd al-Malik ibn Marwan, al-Walid ibn Abdul Malik,
Umar ibn Abd al-Aziz dan Hasyim ibn Abd al-Malik.
3. Dinasti
Umayyah di Syiria berlangsung selama 90 tahun dengan kurang lebih 14 khalifah
yang berpusat di Damaskus (Syiria). Khalifah yang menjabat pertama kali di
Dinasti Umayyah adalah Muawiyah. Pada masa ini, dua masalah besar berhasil
teratasi. Berakhirnya Dinasti Umayyah Syiria yang disebabkan oleh tiga kekuatan
yang mengancam dari Bani Hasyim, Khawarij, dan Mawali.
4.
Islam masuk ke
spanyol pada tahun 93 H , bertepatan dengan tahun 711 M melalui jalur Afrika
Utara, yang dipimpin oleh Tariq bin Ziyad, Spanyol sebelum kedatangan islam
dikenal dengan nama Iberia atau Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika
negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal.
Perkembangan Islam di
Spanyol dapat dibagi ke dalam 6 periode, diantaranya sebagai berikut :
a.
Periode I
Spanyol berada di bawah
pemerintahan di bawah wali yang di angkat oleh khalifah Bani Umayah yang
berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri spanyol belum
tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi baik datang dari dalam
maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara
elite pengusa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan.
b.
Periode II
Spanyol berada di bawah
pemerintahan seorang yang bergelar Amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak
tunduk kepada pemerintahan Islam, yang ketika itu di pegang oleh Khalifah
Abbasiyah di Baghdad. Pada periode ini, umat Islam di Spanyol mulai memperoleh
kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban.
c.
Periode III
Pada
periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak
kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad.
Abd al-Rahman al-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaan memiliki
koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga
seorang kolekter buku dan pendirian perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat
dapat menikmati kesejahterahan dan kemakmuran. Pembangunan kota tercepat.
d.
Periode IV
Pada periode ini,
Spanyol terpecah menjadi tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan
raja-raja golongan atau Al-mulukuth-Thawaif,
yang berpusat di suatu kota Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya.
Yang terbesar di anataranya adalah Abbdadiyah di Selville.
e.
Periode V
Pada periode ini,
Spanyol islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi satu
kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan
Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
f.
Periode VI
Pada periode ini, Islam
hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M).
Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan
tetapi secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil.
Kekuasaan islam yang merupakan pertahanan terakhir di spanyol ini berakhir karena
perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaanya.
Kemajuan peradaban umat Islam di Spanyol dalam bidang
intelektual seperti pada bidang filsafat, sains, ilmu agama, musik dan kesenian,
serta bahasa dan sastra. Selain kemajuan di bidang intelektual, kemajuan
peradaban islam di spanyol juga terdapat pada bidang arsitektur dan bangunan.
Kemajuan-kemajuan tersebut sangat mempengaruhi
peradaban islam di Spanyol, termasuk didalamnya pemikiran ibnu Rusyd ke Eropa
yang berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar diberbagai
Universitas Islam di Spanyol. Pemuda-pemuda tersebut setelah pulang ke kampung
halamannya masing-masing, kemudian mendirikan universitas.
Demikian
besar pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa, membuat kebesaran Islam
semakin mendunia. Semenjak abad ke 11 M, umat Islam mendapat serangan dari
berbagai jurusan. Selanjutnya, Di pantai timur Laut Tengah, umat Islam mendapat
serbuan tentara Salib selama dua abad. Transmisi ilmu pengetahuan Islam kemudian
mengalir ke Eropa melalui berbagai jalur, yaitu melalui perang salib, melalui
Negeri Sicilia, dan melalui Andalusia Spanyol.
Kemasyhuran
Islam di Spanyol, nyatanya juga mengalami kemunduran karena perselisihan
orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Umat islam setelah itu,
dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
5.
Sebab-sebab berakhirnya
Dinasti Umayyah sebagai berikut:
a.
Sistem pergantian khalifah
melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru dalam tradisi Arab yang lebih
mengutamakan aspek senioritas, sehingga hal tersebut menimbulkan persaingan di
kalangan istana.
b.
Melemahnya kekuatan negara
karena harus menghadapi banyak konflik antar kelompok seperti sisa-sisa Syi’ah
(para pengikut Ali).
c.
Bertambah meruncingnya
pertentangan antara suku Arabia Selatan (Bani Kalb) dengan suku Arabia Utara
(Bani Qays) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, dan intensnya
pertentangan kaum Mawali.
d.
Lemahnya perhatian penguasa
kepada ilmu agama.
e.
Munculnya kekuatan baru
yang dipimpin oleh keturunan al-Abbas bin Abd al-Muthalib yang didukung penuh
oleh kaum Syi’ah, Bani Hasyim dan kelompok Mawali
B. Saran
1.
Bagi pembaca hendaknya dapat mengetahui sejarah
peradaban Islam pada Masa Dinasti Umayyah yang mengajarkan kepada kita betapa
hebatnya Islam sejak dahulu sampai sekarang.
2.
Bagi masyarakat pada umumnya, sebaiknya dapat
meneladani sikap-sikap yang terpuji dari beberapa khalifah Dinasti Umayyah dan
mengambil hikmah dari setiap peristiwa baik maupun buruk yang terjadi pada masa
Dinasti Umayyah.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin,
Nata. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Munir
Amin, Samsul. 2009. Sejarah Peradaban Islam, Cetakan 1. Jakarta: Amzah.
Fu’adi,
Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam:
Dirasah Islamiyah II. Yogyakarta: Teras.
Mahmudunnasi, Syed. 2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Cetakan 4. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sulaiman,
Rusydi. 2014. Pengantar Metodologi Studi
Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik : Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Syukur,
Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam, Cetakan
1. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Yatim,
Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam:
Dirasah Islamiyah II. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Komentar
Posting Komentar