MAKALAH PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah peradaban islam memang menjadi hal yang sangat menarik untuk dikaji. Utamanya, pada masa peradaban dinasti Umayyah. Berbagai kisah kebesaran ini memang sungguh menarik umat seluruh dunia, terutama umat muslim. Dinasti Umayyah adalah dinasti islam pertama setelah berakhirnya masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin yang ketika itu dijabat terakhir kali oleh Khalifah Ali.
Dinasti Umayyah kemudian mengalami perkembangan kekuasan yang terbagi di dua daerah yaitu di Damsyik dan Cordova. Para khalifah bani Umayyah terdiri dari 29 orang, termasuk di Cordova. Islam pada masa dinasti Umayyah memberikan kontribusi-kontribusi yang cukup banyak kepada dunia, terutama di Benua Eropa sebagai akibat pemerintahan bani Umayyah di Spanyol.
Kebesaran-kebesaran dinasti ini, patut diapresiasi sampai sekarang. Contohnya, seperti pada bidang filsafat, sains, ilmu agama, musik dan kesenian, serta bahasa dan sastra. Namun setelah berkuasa selama kurang lebih 90 tahun, Dinasti Umayyah lama-kelamaan menunjukkan kemunduran-kemunduran yang diakibatkan oleh beberapa permasalahan di luar maupun di dalam lingkup kerajaan yang mengakibatkan berakhirnya kebesaran Dinasti Umayyah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Umayyah?
2.      Siapa saja para khalifah pada masa dinasti Umayyah?
3.      Bagaimana peradaban Islam dinasti Umayyah yang berlangsung di Syiria?
4.      Bagaimana peradaban Islam ketika di Andalusia?
5.      Apa saja hal-hal yang menyebabkan berakhirnya dinasti Umayyah?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui sejarah berdirinya dinasti Umayyah.
2.      Mengetahui para khalifah pada masa dinasti Umayyah.
3.      Mengetahui peradaban Islam dinasti Umayyah yang berlangsung di Syiria.
4.      Mengetahui peradaban Islam ketika di Andalusia.
5.      Mengetahui hal-hal yang menyebabkan berakhirnya Dinasti Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah
Berdirinya dinasti Umayyah berawal dari Penyelesaian kompromi Ali dengan Muawiyah yang tidak menguntungkan bagi Ali, karena hal tersebut menimbulkan pecahnya kaum muslimin, sehingga kepemimpinan Ali semakin lemah dan Muawiyah semakin kuat.
Umayyah adalah putera dari Abdul Syam dan keturunan Abdul Manaf, dimana Hasyim masih keturunan Abdul Manaf dan antara keduanya selalu bertikai dalam memperoleh kekuasaan sehingga sampai pada keturunannya pun tidak pernah ada kekompakan antara keduanya.
Selain itu, dalam hal keuangan, sumber-sumber kekayaan dan tenaga manusia pun Muawiyah jauh lebih kuat dibandingkan khalifah Ali. Muawiyah juga memiliki sumber-sumber yang kaya di Syiria dan memiliki dukungan yang tangguh dari keluarganya.
Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H. (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij. Kemudian kedudukan Ali dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai.
Perjanjian ini dapat mempersatukan umat islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Perjanjian ini terjadi pada tahun 41 H/ 661 M., yang disebut sebagai tahun persatuan dan terkenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (‘am jamaah).
Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik.[1]




B.     Para Khalifah Dinasti Umayyah
1.      Khalifah Umayyah di Damsyik
a.       Muawiyah I ibn Abu Sufyan 661-680 M.
b.      Yazid I ibn Muawiyah, 680-683 M.
c.       Muawiyah II ibn Yazid, 683-684 M.
d.      Marwan I ibn Hakam, 684-685 M.
e.       Abd al-Malik ibn Marwan, 685-705 M.
f.       Al-Walid I ibn Abd al-Malik, 705-715 M.
g.      Sulaiman ibn Abd al-Malik, 715-717 M.
h.      Umar ibn Abd al-Aziz, 717-720 M.
i.        Yazid II ibn Abd al-Malik, 720-724 M.
j.        Hisyam ibn Abd al-Malik, 724-743 M.
k.      Al-Walid II ibn Yazid II, 743-744 M.
l.        Yazid III ibn al-Walid, 744 M.
m.    Marwan II ibn Muhammad, 744-750 M.

2.      Khalifah Umayyah di Cordova
a.       Abd ar-Rahman I, 756-788 M.
b.      Hisyam I, 788-796 M.
c.       Al-Hakam I, 796-822 M.
d.      Abd ar-Rahman II, 822-852 M.
e.       Muhammad I, 852-886 M.
f.       Al-Mundhir, 886-888 M.
g.      Abdallah ibn Muhammad, 888-912 M.
h.      Abd ar-Rahman III, 912-961 M.
i.        Al-Hakam II, 961-976 M.
j.        Hisyam II, 976-1008 M.
k.      Mohammed II, 1008-1009 M.
l.        Sulaiman, 1009-1010 M
m.    Hisyam II, menaiki takhta semula, 1010-1012 M.
n.      Sulaiman, menaiki takhta semula, 1012-1017 M.
o.      Abd ar-Rahman IV, 1021-1022 M.
p.      Abd ar-Rahman V, 1027-1031 M.[2]
Diantara khalifah-khalifah tersebut, khalifah-khalifah besar dinasti Umayyah adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743 M).[3]                                                 Mereka berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Andalusia (semenanjung Liberia), sekarang Portugis dan Spanyol) dan menaklukkan berbagai kota dan daerah di bagian selatan Prancis.[4]                                                                                Sehingga dalam sejarah peradaban islam era Umayyah, kekuasaan berlangsung di Syiria dan Andalusia.
C.    Peradaban Islam Dinasti Umayyah di Syiria (661-680 M)
Dinasti Umayyah di Syiria berlangsung selama 90 tahun dengan kurang lebih 14 khalifah yang berpusat di Syiria. Khalifah yang menjabat pertama kali di Dinasti Umayyah adalah Muawiyah. Pada masa ini, dua masalah besar berhasil teratasi. Yang pertama, ialah mengubah sistem administrasi pemerintahan menjadi bercorak Arab dan tidak lagi membutuhkan pegawai-pegawai asing yang pada mulanya dibutuhkan. Yang kedua, ialah mencetak uang sendiri.
Dengan berkuasanya Muawiyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchi heridetas (kerajaan turun menurun). Kemudian Muawiyah digantikan oleh putranya yaitu Yazid Ibn Muawiyah. Pengangkatan Yazid mendapat respon keras dari masyarakat karena Muawiyah sendiri telah mengganti sistem pemerintahan dari khalifah menjadi kerajaan.
Yazid bukan orang yang mempunyai kemampuan. Karena itu ia memerintah rakyatnya dengan politik penindasan Machiavelistik yang tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin sebelumnya. Pengangkatan Yazid mendapat respon keras dari masyarakat.[5] Muawiyah tidak menepati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika ia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan penggabungan kekuatan kembali.
Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat muslim di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah didekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya di Karbela.[6]
Tidak berapa lama setelah terbunuhnya Husein ibn Ali terjadi tragedi yang lain lagi, yaitu pembunuhan terhadap Abdullah ibn Zubair pada zaman kekuasaan Abdul Malik ibn Marwan. Beberapa tragedi ini berujung dengan Berakhirnya Dinasti Umayyah Syiria yang disebabkan oleh tiga kekuatan yang mengancam dari Bani Hasyim, Khawarij, dan Mawali.

D.    Peradaban Islam di Andalusia ( 705-1031 M)
1.      Masuknya Islam di Spanyol
Islam masuk ke spanyol pada tahun 93 H , bertepatan dengan tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara, yang dipimpin oleh Tariq bin Ziyad, Spanyol sebelum kedatangan islam dikenal dengan nama Iberia atau Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutkannya Andalusia. Dengan tujuan secara umum untuk membawa rahmat bagi seluruh alam dan secara khusus untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat di daerah ini. Hal ini dilakukan karena pada saat Islam masuk ke Spanyol, keadaan sosial, politik, dan ekonomi Spanyol dalam keadaan menyedihkan.
Spanyol merupakan provinsi kekaisaran Romawi, ketika kekaisaran Romawi diserbu oleh bangsa Teutonik, keadaan yang lebih baik sirna, Bahkan keadaaan semakin buruk. Negeri itu terpecah menjadi sejumlah negara kecil , ketidak toleran agama dari pennguasa Gothik yang menguasai Spanyol waktu itu membuka jalan bagi penahklukan Spanyol oleh orang-orang Islam. Mereka tidak bisa bersikap toleran terhadap agama lain kecuali Kristen.
Di Spanyol banyak penduduk Yahudi yang sangat tertekan oleh raja – raja, bangsawan, dan pendeta Gothik . Mereka berusaha untuk mengangkat senjata tetapi mereka dijadikan budak Kristen. Ketika orang-orang Islam masuk Spanyol , masyarakat di daerah ini mendukungnya.
Dengan masuknya orang-orang Islam di daerah tersebut, Islam di Spanyol semakin berkembang hingga beberapa periode.[7]

2.      Perkembangan Islam di Spanyol
Islam di Spanyol telah berkuasa selama tujuh setengah abad. Sejarah panjang Islam di Spanyol dapat dibagi dalam enam periode.
a.      Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan di bawah wali yang di angkat oleh khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite pengusa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan.
Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing bahwa merekalah yang paling berhak mengusai daerah Spanyol ini.  Oleh karena itu terjadi dua puluh kali pergantian wali ( gubernur ) Spanyol dalam waktu yang sangat singkat. Perbedaan pandangan politik itu  menyebabkan sering terjadi perang  saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal afrika utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing, yaitu suku Qaisy ( Arab utara ) dan Arab Yamani ( Arab selatan ). Perbedaan etnis ini sering terjadi menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dari sia-sia musuh islam di spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahaan  islam gerakan ini terus memperkuatan diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir islam dari bumi spanyol.
 Karena sering terjadi konflik internal  dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini islam spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaa. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd al-Rahman Al- Dakhil ke spanyol pada tahun 138 H/755 M.[8]
    
b.      Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar Amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pemerintahan Islam, yang ketika itu di pegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurahman 1 yang memasuki Spanyol tahun 138/755 M dan di beri gelar Al-dakhil (yang masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kerajaan Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol.
 Pada periode ini, umat Islam di Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd al-Rahman Al-dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah yang di kota-kota di Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakan hukum Islam, dan hakam di kenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsi tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al- Ausath  dikenal sebagai pengusaha yang cinta ilmu 19. Pemikiran filsafat juga mulai  masuk pada periode ini, para ahli dari zaman Abdurrahman al-Ausht. Ia mengundang para ahli dari dunia islam lainnya untuk datang ke spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di spanyol mulai semarak.
Seklipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi, pada  pertengahan abad ke-9  stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan  kristen fanatik yang mencari kesyahidan ( martyrdom ).  Namun,  Gereja kristen  di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beragam. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen.
Gangguan  politik yang paling serius pada periode  ini datang  dari umat islam sendiri. Golongan pembrontak di Toledo  pada tahun 852 M membentuk negara yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu  sejumlah  orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang penting diantaranya adalah pemberontakan  yang dipimpin oleh Hasfun dan anaknya yang berpusat  di pegunungan dekat  Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[9]

c.       Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung  mulai dari pemerintah Abd al-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “ raja-raja kelompok”  yang di kenal dengan sebutan Al-Muluk -Thawaif.  Pada periode ini  Spanyol diperintahkan  oleh pengusa dengan gelar  khalifah, penggunakan gelar khalifah  tersebut bermula dari berita  yang sampai kepada Abdulrahman III,  bahwa Al-mutakdir, khalifah berdaulat  Bani Abbas  di Bagdad  meninggal dunia dibunuh  oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya keadaan, ini menunjukan suasana pemerintahan Abbasyiah sedang berada dalam kemelut. Ia pendapat bahwa saat ini  merupakan  saat yang paling tepat  untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itu, gelar ini mulai pada tahun 929 M. Khalifah-khalifah yang terbesar yang memerintah periode ini ada tiga orang,  yaitu Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II ( 961- 976 M), dan Hasyim II ( 976- 1009 M).
 Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak  kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaan memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam  II juga seorang kolekter buku dan pendirian perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahterahan dan kemakmuran. Pembangunan kota tercepat.
 Awal dari kehancuran khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena  itu kekuasaan aktual berada di tangan para penjabat. Pada tahun 981 M,  khalifah menunjuk Ibn Abi’Amir sebagai  sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil  menacapkan kekuasaan dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingan. Atas keberhasilan-keberhasilannya, dia mendapatkan gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya  Al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan.  Akan tetapi,  setelah wafat pada tahun 1008 M, ia di gantikan  oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. 
Dalam beberapa tahun saja,  negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan  dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M, khalifah mengundurkan diri,  beberapa orang yang di coba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup  memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M,  dewan menteri  yang memperintah Cordova menghapuskan jabatan  khalifah. Ketika itu,  sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.



d.      Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau  Al-mulukuth-Thawaif,  yang berpusat di suatu kota Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di antaranya adalah Abbdadiyah di Selville. Pada periode ini umat islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai  mengambil inisiatif penyerangaan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intektual terus berkembang pada periode ini, istana-istana  mendorong para sarjana dan sasterawan untuk mendapat pelindungan dari satu istana ke istana lain.[10]

Gambar 1.1 Perpecahan negeri-negeri Andalusia, Spanyol

e.       Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, Spanyol islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).  Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyifin di afrika Utara. Pada tahun 1062 M , ia  berhasil mendirikan sebuah  kerajaan  yang berpusat di Marakesy. Ia masuk  ke Spanyol atas “ Undangan “ pengusaha-pengusaha islam  di sama yang tengah  memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya  dari serangan-serangan orang-orang kristen. Ia dan tentaranya memasuki ke Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil  mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.  akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfir adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun Spanyol dan di gantikan oleh Dinasti Muwahhidun.
Pada masa Dinasti Murabithun, Saragossa  jatuh ketangan kristen,  tepatnya pada tahun 1118 M,  di Spanyol sendiri, sepeninggalan dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini, Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (1128). Dinasti ini datang ke spanyol di bawa pimpinan Abd al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan tahun 1154 M, kota-kota muslim penting. Cordova, Almeria, dan Granada jatuh ke bawah kekuasaan.
Dinasti ini mengalami banyak keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan pengusanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah pengusaha-pengusaha kecil. Dalam kondisi demikian umat islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan islam.


.
f.       Periode Keenam  (1248-1492 / 1609 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar ( 1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan islam yang merupakan pertahanan terakhir di spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaanya. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjukan anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaanya, dalam pemberontaknya itu, ayahnya terbunuh dan di gantikan oleh Muhammad ibn sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada ferdenand dan isabella untuk menjatuhkannya,. Dua penguasa kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. 26
Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar kristen melalui perkawinan itu cukup merasakan puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat islam di spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah.  Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan isabella, kemudian hijrah ke Afrika utara. Dan demikian berakhirlah  kekuasaan islam di spanyol tahun 1492 M. Umat islam setelah  itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk kristen atau pergi meningal spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat islam di daerah ini.[11]

3.      Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol
Spanyol islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa- penguasa yang kuat yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat islam, seperti Abd al-Rahman, al-Dakhil Abd al-Rahman, al-Wasid dan Abd al-Rahman–al–Nasir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan oleh penguasa-penguasa yang lainnya yang memelopori kegiatan ilmiah dan adanya toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen Dan Yahudi. Terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan membangun fisik di Spanyol. Berikut beberapa kemajuan peradaban Islam Spanyol dalam berbagai bidang :

a.      Kemajuan Intelektual

1)      Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam catatan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan. Yunani Arab ke Eropa Arab pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M. Selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad Abd- ar-Rahman (832-886 M).
Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M) karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordovadengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia islam.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibn as-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajah, dilahirkan di Saragosa. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakar ibn Tuffail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 M, menjadi saksi munculnya pengikut Aristoteles yang terbesar di bidang filsafat dalam Islam yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. Ciri khas dari keahlian Ibnu Rusyd yaitu menekuni masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid. Karya-karya Ibnu Rusyd yang terkenal adalah Mabadu Falasifah, Kulliyat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah. Selain seorang filosof, Ibnu Rusyd juga seorang dokter dan terkenal dengan buku kedokterannya yaitu al-Hawi.

2)      Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik, Abbas ibn Farnas termashyur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ibrahim ibn Yahya an-Naqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ahmad ibn Ibbas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan binti Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Para dokter ahli kedokteran yang terkenal antara lain:
a.       Thabib ibn Qurra’ (221-228 H./836-901 M.) dianggap sebagai bapak ilmu kimia.
b.      Ar-Razi atau Razes (251-313 H./809-873 M.) karangannya terkenal dalam bidang penyakit campak dan cacar yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
c.       Ibnu Sina (370-428H./980-1037 M.) orang Eropa menyebutnya Avicena. Di samping seorang filosof, ia juga seorang dokter dan ahli musik. Karangannya yang terkenaladalah Shafa (terdiri dari 18 jilid), Najat, Sadidiya (terdiri dari 5 jilid), Danes Nameh, al-Qanun fi at-Thib (buku tentang kedokteran yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin).
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibnu Jubar dari Valensia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Seolia dan Ibnu Batuthah dari Fagier (1304-1377 M.). Ibnu al-Khatib (1317-1374 M.) menyusun riwayat Granada. Sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah.[12]

3)      Ilmu Agama
Kemajuan ilmu agama di Spanyol bermula dari kepindahan beberapa orang sahabat dan tabiin bernama Musa ibn Nusair ketika menaklukkan Spanyol. Diantara mereka adalah Al-Munaizir dan al-Munzir, Musa ibn Nusair, Ali ibn Rabah dan Hanasy ibn Abdillah al-san’ani.
Adapun puncak kemajuan dan kejayaan ilmu agama Islam di Spanyol ditandai oleh munculnya ulama-ulama kenamaan yang masing-masing membidangi berbagai disiplin ilmu agama. Diantara mereka tercatat sebagai ahli Hadits, ahli fiqh, ahli ilmu kalam, dan ilmu tasawwuf. Beberapa ulama Spanyol yang terkenal di bidang Hadits adalah Ibn Hazm, Abdullah ibn Yasin, Muhammad ibn Timrt, Abi al-Walid al-Baji, Abi Amr Yusuf ibn Abd al-Barr, Ya’qub al-Mansur, Abi al-Walid ibn Rusyd, Ibn Asim, dan Abi Ali al-Husain ibn Ahmad al-Gassani.
Ilmu fiqh berkembang di Spanyol, apa lagi setelah Al-Auza’I, sebagai ulama fiqh. Ilmu kalam juga berkembang di Andalus, salah satu tokohnya adalah Ibn Hazm. Ibn Hazm dikenal sebagai ulama yang besar andilnya dalam memurnikan aqidah sehingga koreksi dan sanggahannya tidak hanya tertuju kepada aliran islam saja tetapi kepada faham Yahudi dan Nasrani.
Ilmu agama lain yang turut melengkapi kejayaan peradaban Islam Spanyol adalah tasawuf. Di antara tokohnya yang terkenal adalah Ibn Massarah. Namun, ia tidak menyebarkan ilmu ini ke masyarakatnya karena ia menyadari bahwa paham ini masih sangat asing bagi mereka. Sehingga ia mewariskan ilmu tasawuf kepada murid-muridnya : al-Hasyimi, dan Muhy al-Din ibn Araby.[13]
    
4)      Musik dan Kesenian
Musik dan kesenian pada masa Islam di Spanyol sangat masyhur. Musik dan seni banyak memperoleh apresiasi dari para tokoh penguasa istana. Al-Hasan bin Nafi merupakan tokoh terkenalnya yang mendapat gelar Zaryab. Zaryab juga terkenal sebagai pencipta lagu-lagu. Zaryab selalu menampilkan kebolehannya.[14]
Adapun bidang seni bangun mencapai puncaknya dengan dibangunnya istana Al-Hamra di Granada yang dimulai tahun 1246 atas perintah Sultan Nasriyyah.[15]

5)      Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab di wilayah Spanyol Islam berkembang menjadi bahasa ilmiah dan bahasa resmi negara. Banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, diantaranya: Ibnu Sayyidih, Muhammad bin Malik, pengarang Alfiyah (tata bahasa Arab), Ibnu Khuruf, Ibnu Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al- Hasan bin Usfur dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
Puisi-puisi Arab juga berkembang dengan suburnya. Banyak di antara para penguasa Islam Spanyol memiliki penyair-penyair ternama dizamannya. Kota-kota seperti Seville, Cordova dan Granada merupakan kota-kota yang banyak menghimpun para penyair dan sastrawan, diantaranya adalah Ibn Zaidun (1003-1071 M).[16]
Karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-Aqd Al-Farid karya Ibnu Abd Rabbih, Adz-Dzakirah fi Mahasin Ahl Al-Jazirah karya Ibnu Bassam, Kitab Al-Qalaid karya Al-Fath bin Khaqan, dan lain-lain.[17]
    
b.      Kemajuan di Bidang Arsitektur Bangunan
Andalusia terkenal dengan seni bangunannya yang sungguh megah dan elok. Beberapa dari kemegahan bangunan itu terdapat di kota-kota di Spanyol. Berikut diantaranya:


1)      Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum islam yang kemudian diambil alih oleh Dinasti Umayyah. Kota Cordova oleh penguasa muslim dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibukota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon yang megah diimpor dari timur. Di seputar ibukota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan. Diantara kebanggan kota Cordova lainnya adalah Masjid Cordova. Cordova memiliki 491 masjid.

2)      Granada
     Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Selain masjid Al-Hambra, masih ada kota dan istana Al-Zahra, istana Al-Gazar, dan menara Girilda.

3)      Sevilla
Kota Sevilla dibangun pada masa pemerintahan Al-Muwahidin. Sevilla pernah menjadi ibukota yang indah bersejarah. Dahulunya daerah ini adalah rawa-rawa. Sevilla telah berada di bawah kekuasaan Islam kurang lebih 500 tahun. Salah satu bangunan masjid yang didirikan pada tahun 1171 pada masa pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’kub, kini telah berubah dari masjid menjadi gereja dengan nama Santa Maria de la Sede.

4)      Toledo
Toledo merupakan kota yang penting di Andalusia sebelum dikuasai Islam. Ketika Romawi menguasai kota Toledo, kota ini dijadikan ibu kota kerajaan. Dan ketika Thariq bin Ziyad menguasai Toledo tahun 712 M, kota ini dijadikan pusat kegiatan umat Islam. Toledo kemudian direbut oleh Raja Alfonso VI dari Castilia. Beberapa bangunan masjid di Toledo kini dijadikan gereja oleh umat Kristen.

Banyak faktor yang mempengaruhi kemajuan Islam di Spanyol, antara lain didukung oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan umat Islam, seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, Abdurrahman Al-Wasith, dan Abdurrahman An-Nashr.
Selain itu, toleransi agama antar umat di Spanyol tegakkan oleh penguasa. Sehingga penganut agama Kristen dan Yahudi ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol.[18]
Adapun sebab-sebab yang menjadikan kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara lain :
a.       Konflik penguasa Islam dengan penguasa Kristen
b.      Tidak adanya ideologi pemersatu
c.       Karena kesulitan ekonomi
d.      Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan
e.       Karena letaknya yang terpencil dari pusat wilayah dunia Islam yang lain.[19]

4.      Pengaruh Peradaban Islam Spanyol di Eropa
Spanyol merupakan tempat paling utama bagi Eropa untuk menyerap peradaban islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar Negara.
Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan Negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.
Termasuk di dalamnya pemikiran Ibnu Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti Universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuan-ilmuan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negrinya mereka mendirikan sekolah dan Universitas yang sama. Universitas pertma di Eropa, adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibnu Rusyd.
Diakhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Dalam universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsavat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) Yunani di Eropa pada abad ke-14. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Latin.
Akan tetapi, walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, namun gerakan-gerakan kebangkitan telah kembali. Demikian juga bahasa Arab telah berpengaruh besar di Eropa. Selama islam di Andalusia, telah banyak nama-nama benda yang dikenal di Barat berasal dari bahasa Arab.
Diantara kata-kata bahasa Arab banyak yang masuk ke dalam suku kata bahasa Eropa seperti ke dalam bahasa Spanyol, Inggris, Prancis, dan Jerman. Misalnya kata-kata: as-sukkar (gula), menjadi azukar (Spanyol), sugar (Inggris), al-kuhul (alcohol) menjadi alkohol, al-fil (gajah) menjadi marfil, syarab (minuman cair) menjadi syrup, dan lain sebagainya.
Demikian besar pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa, sehingga Bangsa Eropa maju dalam ilmu pengetahuan dan peradaban dikarenakan mereka belajar kepada kaum muslimin di Andalusia Spanyol.[20]

5.      Transmisi Ilmu-ilmu Ke-Islaman di Eropa
Semenjak abad ke 11 M, umat Islam mendapat serangan dari berbagai jurusan. Di Andalusia, Raja Ferdinand I (1035-1065 M) mempersatukan kekuatan membentuk Kerajaan Leon yang kuat, mulai menyerang kekuasaan Islam guna merebut kembali daerah-daerah mereka yang merupakan awal dari pengusiran umat Islam di Andalusia. Di pantai timur Laut Tengah, umat Islam mendapat serbuan tentara Salib selama dua abad. Transmisi ilmu pengetahuan Islam mengalir ke Eropa melalui berbagai jalur, diantaranya sebagai berikut :
a.      Melalui Perang Salib
Frederick II menyumbangkan Universitas di Napels pada tahun 1224, salah satu Universitas pertama di Eropa yang ditegakkan dengan sebuah piagam yang jelas dan terang. Ia menghimpun sebuah kumpulan besar naskah Arab, buku Aristoteles dan Averros yang diminta untuk diterjemahkan dan digunakan dalam daftar pelajaran dan dikirimkan ke Universitas di Paris dan Bologna.

b.      Melalui Negeri Silicia
Transmisi mengalirnya ilmu pengetahuan Islam ke Eropa, yaitu melalui pulau Silicia (Siqiliyah). Pulau Silicia merupakan alat penghubung pengetahuan kuno dan pengetahuan abad pertengahan. Sebagian  rakyatnya terdiri dari Yunani yang berbahasa Yunani, sebagian dari Muslim yang berbahasa Arab, dan suatu golongan sarjana yang paham akan bahasa Latin.
Raja-raja Norman dan para pengganti kerajaan Silicia mengusai bukan hanya pulau tersebut, melainkan juga Italia selatan, merekalah yang menyeberangkan berbagai kebudayaan Islam ke semenanjung Italia dan eropa Tengah. Ada dua jembatan penyeberangan filsafat Islam ke eropa, pertama melalui orang-orang Islam Andalusia (Spanyol), kedua melalui orang Sicilia. Sebenarnya tidak hanya filsafat, tetapi juga matematika, astronomi, maupun obat-obatan.
Sumbangan Sicilia dan Italia sebagai tempat penyeberangan ilmu-ilmu keislaman Eropa memang tidak sehebat Andalusia, nama seperti Gerard of Cremona (1114-1187 M) berasal dari Itali, banyak melakukan penerjemahan dari buku-buku yang asalnya berbahasa Arab.

c.    Melalui Andalusia (Spanyol)
Peran Andalusia (Spanyol) sebagai wahana penyeberangan ilmu pengetahuan ke Eropa tidak diagukan lagi. Semasa Islam di Andalusia, ada sejumlah perguruan tinggi terkenal di sana. Perguruan-perguruan itu antara lain Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada. Pelajaran yang diberikan di Universitas Granada antara lain ilmu ketuhanan, yurisprudensi, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Para perintis ilmu di kalangan luar Islam yang pernah di Andalusia dalam bidang matematika, astronimi, astrologi, obat-obatan, kedokteran, filsafat, kimia dan lain-lain. Di antara mereka tercatatlah nama-nama seperti dari Prancis Gerbert d’Aurilac di Prancis, Adelard dari Bath, Robert dari Chester, Hernan dari Cathiria, dan Gerard dari Cremona.
Gerard dari Cremona cukup besar dalam transfer ilmu pengetahuan dari Andalusia ke Eropa, karena kecintaan pada ilmu pengetahuan. Ketika pertama kali tiba di Toledo, ia mempelajari bahasa Arab sehingga ia dapat mentransfer ilmu-ilmu dari bahasa arab ke bahasa latin. Aneka bidang ilmu telah diterjemahkan, seperti ilmu matematika, astronomi, geografi, aljabar, dan ilmu kedokteran.
Di Andalusia sedikit demi sedikit umat islam kehilangan kekuasaannya. Mula-mula kota Toledo direbut oleh Kristen pada tahun 1085 M, hilanglah pusat sekolah tinggi dan pusat ilmu pengetahuan islam beserta segala isinya yang terdiri dari perpustakaan beserta ilmuwan-ilmuwannya.
Tahun 1236 M, menyusul Cordova di rampas oleh Raja Alfonso VII dari Castilia, maka hilang pula pusat kebudayaan dunia di sebelah barat beserta masjid raya Cordova yang didirikan oleh amir-amir Umayyah di Andalusia, perpustakaan yang didirikan oleh Hakam II dengan buku-bukunya dari segala cabang ilmu. Kehilangan itu terus berlanjut kota demi kota, menyusul sevilla, Malaga, dan Granada. Akhirnya umat Islam beserta raja Bani ahmar terakhir, Abu Abdullah, harus terusir dari Andalusia.
 Penyaluran ilmu pengetahuan ke Eropa dimulai ketika Toledo jatuh ke tangan Kristen. Untuk mempermudah penyerapan ilmu-ilmu Arab, di Toledo didirikan sekolah tinggi terjemah. Pekerjaan ini dipimpin oleh Raymond. Buku-buku yang disalin adalah buku bahasa arab yang masih tersisa dari pembakaran. Di antara penerjemah yang terkenal adalah Avendeath (Ibnu Daud, bangsa Yahudi), yang menyalin buku astronomi dan astrologi dalam bahasa latin. Satu lagi Gerard Cremona, mencoba mengimbangi pekerjaan Hunain bin Ishak menyalin buku filsafat, matematika, dan ilmu kedokteran. Kemudian Toledo menjadi pusat perkembangan ilmu-ilmu Islam ke dunia barat. Peranan Toledo bertambah lengkap setelah umat Islam diusir dari Andalusia. Buku yang tersisa dari kota lain di Andalusia seperti cordova, sevilla, Malaga, dan Granada, dapat mereka manfaatkan. Bangsa barat benci terhadap Islam, akan tetapi haus kepada ketinggian dan peradabannya.[21]

E.     Masa Kemunduran dan Berakhirnya Dinasti Umayyah
Banyak sebab yang turut mengakibatkan jatuhnya Bani Umayyah. Menurut Ibnu Khaldun, mundurnya suatu dinasti adalah suatu gejala alamiah sejarah. Usia efektif suatu imperium dinasti tidak bisa lebih dari jangka usia manusia. Dan masa 100 tahun pada umumnya merupakan waktu yang paling lama yang dapat diharapkan bagi usia seseorang. Dinasti Umayyah telah hidup kira-kira 90 tahun dan keluarga itu telah memburuk sehingga sama sekali tidak mungkin diperbaiki. Kelemahan keluarga yang memerintah itu merupakan sebab pertama dan terpenting bagi kejatuhan dinasti Umayyah.[22]
Dinasti Bani Umayah mengalami masa kemunduran, di tandai dengan melemahnya sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti ini. Di antaranya adalah masalah politik, ekonomi, dan sebagainya.
Seperti diketahui bahwa setelah Hisyam bin Abdul Malik, para khalifah Bani Umayah tidak ada yang dapat di andalkan untuk mengendalikan pemerintahan dan keamanan dengan baik. Selain itu mereka juga tidak dapat mengatasi pemberontakan di dalam negeri secara tuntas. Bahkan mereka tidak mampu lagi menjaga keutuhan dan persatuan di kalangan keluarga Bani Umayyah. Sehingga sering terjadi pertikaian di dalam rumah tangga istana. Penyebabnya adalah perebutan kekuasaan.
Setelah sekian lama mengalami masa-masa kemunduran akhirnya Dinasti Umayyah benar-benar mengalami kehancuran atau keruntuhan. Keruntuhan ini terjadi pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad setelah memerintah kurang lebih 46 tahun (744-750 M).
Akhirnya, pada tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.[23]
Terjadinya kemunduran dinasti ini selain faktor eksternal, juga disebabkan oleh masalah internal pemerintahan seperti sikap arogan sebagian khalifah, hidup semena-mena dan kurang bermoral sehingga lupa diri. Tugas kekhalifahan akhirnya terbengkalai.
Adapun sebab-sebab kehancuran Dinasti Umayyah sebagai berikut:
1.      Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru dalam tradisi Arab yang lebih mengutamakan aspek senioritas, sehingga hal tersebut menimbulkan persaingan di kalangan istana.
2.      Melemahnya kekuatan negara karena harus menghadapi banyak konflik antar kelompok seperti sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali).
3.      Bertambah meruncingnya pertentangan antara suku Arabia Selatan (Bani Kalb) dengan suku Arabia Utara (Bani Qays) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, dan intensnya pertentangan kaum Mawali.
4.      Lemahnya perhatian penguasa kepada ilmu agama.
5.      Munculnya kekuatan baru yang dipimpin oleh keturunan al-Abbas bin Abd al-Muthalib yang didukung penuh oleh kaum Syi’ah, Bani Hasyim dan kelompok Mawali.[24]








BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.         Berdirinya dinasti Umayyah berawal dari Penyelesaian kompromi Ali dengan Muawiyah yang tidak menguntungkan bagi Ali, karena hal tersebut menimbulkan pecahnya kaum muslimin, sehingga kepemimpinan Ali semakin lemah dan Muawiyah semakin kuat. Dalam hal keuangan, sumber-sumber kekayaan dan tenaga manusia pun Muawiyah jauh lebih kuat dibandingkan khalifah Ali. Umat islam dapat kembali bersatu dalam satu kepemimpinan politik melalui perjanjian damai, di bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Perjanjian ini terjadi pada tahun 41 H/ 661 M., yang disebut sebagai tahun persatuan dan terkenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (‘am jamaah).
2.         Para Khalifah Dinasti Umayyah di Damsyik yaitu Muawiyah I ibn Abu Sufyan, Yazid I ibn Muawiyah, Muawiyah II ibn Yazid, Marwan I ibn Hakam, Abd al-Malik ibn Marwan, Al-Walid I ibn Abd al-Malik, Sulaiman ibn Abd al-Malik, Umar ibn Abd al-Aziz, Yazid II ibn Abd al-Malik, Hisyam ibn Abd al-Malik, Al-Walid II ibn Yazid II, Yazid III ibn al-Walid, Marwan II ibn Muhammad.
Khalifah Umayyah di Cordova yaitu Abd ar-Rahman I, Hisyam I, Al-Hakam I, Abd ar-Rahman II, Muhammad I, Al-Mundhir, Abdallah ibn Muhammad, Abd ar-Rahman III, Al-Hakam II, Hisyam II, Mohammed II, Sulaiman, Hisyam II menaiki takhta semula, Sulaiman menaiki takhta semula, Abd ar-Rahman IV, Abd ar-Rahman V.
Diantara khalifah-khalifah tersebut, khalifah-khalifah besar dinasti Umayyah adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan, Abd al-Malik ibn Marwan, al-Walid ibn Abdul Malik, Umar ibn Abd al-Aziz dan Hasyim ibn Abd al-Malik.
3.      Dinasti Umayyah di Syiria berlangsung selama 90 tahun dengan kurang lebih 14 khalifah yang berpusat di Damaskus (Syiria). Khalifah yang menjabat pertama kali di Dinasti Umayyah adalah Muawiyah. Pada masa ini, dua masalah besar berhasil teratasi. Berakhirnya Dinasti Umayyah Syiria yang disebabkan oleh tiga kekuatan yang mengancam dari Bani Hasyim, Khawarij, dan Mawali.
4.      Islam masuk ke spanyol pada tahun 93 H , bertepatan dengan tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara, yang dipimpin oleh Tariq bin Ziyad, Spanyol sebelum kedatangan islam dikenal dengan nama Iberia atau Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal.
Perkembangan Islam di Spanyol dapat dibagi ke dalam 6 periode, diantaranya sebagai berikut :
a.         Periode I
Spanyol berada di bawah pemerintahan di bawah wali yang di angkat oleh khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite pengusa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan.
b.      Periode II
Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar Amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pemerintahan Islam, yang ketika itu di pegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Pada periode ini, umat Islam di Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban.
c.       Periode III
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak  kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaan memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam  II juga seorang kolekter buku dan pendirian perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahterahan dan kemakmuran. Pembangunan kota tercepat.
d.      Periode IV
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau  Al-mulukuth-Thawaif,  yang berpusat di suatu kota Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di anataranya adalah Abbdadiyah di Selville.
e.       Periode V
Pada periode ini, Spanyol islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
f.       Periode VI
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan islam yang merupakan pertahanan terakhir di spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaanya.
Kemajuan peradaban umat Islam di Spanyol dalam bidang intelektual seperti pada bidang filsafat, sains, ilmu agama, musik dan kesenian, serta bahasa dan sastra. Selain kemajuan di bidang intelektual, kemajuan peradaban islam di spanyol juga terdapat pada bidang arsitektur dan bangunan.
Kemajuan-kemajuan tersebut sangat mempengaruhi peradaban islam di Spanyol, termasuk didalamnya pemikiran ibnu Rusyd ke Eropa yang berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar diberbagai Universitas Islam di Spanyol. Pemuda-pemuda tersebut setelah pulang ke kampung halamannya masing-masing, kemudian mendirikan universitas.
Demikian besar pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa, membuat kebesaran Islam semakin mendunia. Semenjak abad ke 11 M, umat Islam mendapat serangan dari berbagai jurusan. Selanjutnya, Di pantai timur Laut Tengah, umat Islam mendapat serbuan tentara Salib selama dua abad. Transmisi ilmu pengetahuan Islam kemudian mengalir ke Eropa melalui berbagai jalur, yaitu melalui perang salib, melalui Negeri Sicilia, dan melalui Andalusia Spanyol.
Kemasyhuran Islam di Spanyol, nyatanya juga mengalami kemunduran karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Umat islam setelah itu, dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.

5.      Sebab-sebab berakhirnya Dinasti Umayyah sebagai berikut:
a.         Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru dalam tradisi Arab yang lebih mengutamakan aspek senioritas, sehingga hal tersebut menimbulkan persaingan di kalangan istana.
b.        Melemahnya kekuatan negara karena harus menghadapi banyak konflik antar kelompok seperti sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali).
c.         Bertambah meruncingnya pertentangan antara suku Arabia Selatan (Bani Kalb) dengan suku Arabia Utara (Bani Qays) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, dan intensnya pertentangan kaum Mawali.
d.        Lemahnya perhatian penguasa kepada ilmu agama.
e.         Munculnya kekuatan baru yang dipimpin oleh keturunan al-Abbas bin Abd al-Muthalib yang didukung penuh oleh kaum Syi’ah, Bani Hasyim dan kelompok Mawali

B.     Saran
1.      Bagi pembaca hendaknya dapat mengetahui sejarah peradaban Islam pada Masa Dinasti Umayyah yang mengajarkan kepada kita betapa hebatnya Islam sejak dahulu sampai sekarang.
2.      Bagi masyarakat pada umumnya, sebaiknya dapat meneladani sikap-sikap yang terpuji dari beberapa khalifah Dinasti Umayyah dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa baik maupun buruk yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah.









DAFTAR PUSTAKA

Abuddin, Nata. 2011.  Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Munir Amin, Samsul. 2009. Sejarah  Peradaban Islam, Cetakan 1.  Jakarta: Amzah. 

Fu’adi, Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Yogyakarta: Teras.

Mahmudunnasi, Syed. 2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Cetakan 4. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sulaiman, Rusydi. 2014. Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam.  Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik : Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam, Cetakan 1. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta : RajaGrafindo Persada.








             




       [1] Drs. H. Fatah Syukur  NC., M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, Cetakan 1. (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 69
       [2] Ibid., hlm. 71-72
      [3] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II ( Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2003),  hlm. 43
       [4] Fatah Syukur, op. cit., hlm. 72
        [5] Fatah Syukur, op.cit., hlm. 73
       [6] Badri Yatim, op. cit., hlm. 45
       [7] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011)  hlm. 183-184
[8] Badri Yatim, Op.cit., hlm. 93-94
[9] Ibid., hlm. 94-96
[10] Ibid., hlm. 96-98
[11] Ibid., hlm.98-100
[12] Fatah Syukur, Op.cit., hlm. 125-127
        [13] Prof. Dr. Imam Fu’adi, M.Ag., Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. ( Yogyakarta: Teras. 2012) hlm. 52-54
        [14] Badri Yatim, op.cit., hlm. 103
        [15]Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto., Sejarah Islam Klasik : Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2003) hlm. 128
        [16] Imam Fu’adi, op.cit., hlm.55-57
        [17] Fatah Syukur, op.cit., hlm. 128
          [18] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah  Peradaban Islam, Cetakan 1 ( Jakarta: Amzah. 2009) hlm. 174-176
          [19] Badri Yatim, op.cit., hlm. 107
        [20]  Samsul Munir Amin, op.cit., hlm.  177-179
         [21] Ibid., hlm. 179-186
         [22]Syed Mahmudunnasir., Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Cetakan 4 ( Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005) hlm. 203
        [23] Badri Yatim, op.cit., hlm.48
        [24] Dr. Rusydi Sulaiman, M.Ag., Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam , ( Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2014) hlm. 256

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ilmu Nasikh dan Mansukh

Analisis Kasus Dengan Teori Erikson

Laporan Kuliah Kerja Lapangan Bali 2018