Jumat, 21 Oktober 2016

Secuil Renungan Untuk Pendidikan di Negeriku





Pendidikan merupakan jalan bagi bangsa ini untuk menjajaki kehidupan dari zaman satu ke zaman lainnya. Tak bisa dipu pengaruh pendidikan sangat signifikan dari zaman kebodohan di era penjajahan. Belanda, Jepang, dan Inggris tercatat pernah memanfaatkan bangsa kita.. Seperti Belanda digambarkan sesosok penjajah bertangan besi nan bengis. Bagaimana tidak, bangsa kita tempo dulu dipaksa melakukan proyek pembangunan jalan dan tidak pernah diberi makan. Bahkan banyak di antara mereka yang meninggal saat itu juga.
Namun ternyata di balik kekejaman bangsa Belanda, mereka masih memberikan sedikit hatinya agar rakyat bisa sedikit mengenyam pendidikan. Sudah dapat ditebak, yang mendapatkan sedikit kebaikan  Belanda hanya anak-anak keturunan ningrat/ raja-raja pribumi.
Menengok ke era tempo dulu, apakah pantas kita sebagai bangsa pribumi menyia-nyiakan karunia di era saat ini? Kita memang tidak pernah melihat secara langsung bagaimana para penjajah membodohi bangsa ini. Kita hanya mendapatkan informasi terkait hal tersebut dari beberapa kisah kakek, nenek, dari pelajaran sekolah, literatur-literatur dari perpustakaan atau internet, dan beberapa peninggalan zaman penjajahan dulu.
Sudah sangat jelas dalam UU. NO. 20 Tahun 2003, bahwa” pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan.”
Kita patut bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia sudah bisa memiliki undang-undangnya sendiri tentang pendidikan. Dibandingkan saat era penjajahan, bisa dikatakan hal ini “mustahil” untuk dilakukan. Definisi pendidikan yang tercantum di undang-undang tersebut, sebagai bukti bahwa kini kita sudah terbebas dari penjajahan, terutama belenggu penjajahan terhadap pendidikan.
Jadi, apakah masih “tega” kah untuk menganggap remeh pendidikan? Jika masih, artinya kita bukanlah bangsa yang beradab. Karena, kita sengaja berpura-pura melupakan suramnya pendidikan pada masa penjajahan dan melupakan perjuangan keras para pahlawan kita.
Adapun untuk dijadikan renungan pada diri kita masing-masing, makna UU NO. 20 Tahun 2003 perlu ditelaah lagi. Pertama, Pendidikan difungsikan untuk membentuk kekuatan spiritual  keagamaan, yakni pendidikan tak hanya berkutit pada hal akademis saja, melainkan harus dibai’at oleh hubungan dengan sang pencipta. sehingga walau sepandai-pandaianya kita, kita harus mengingat kelak kita akan kembali lagi kepada-Nya. Kedua, pengendalian diri. Yaitu walau kita sudah merdeka dan setiap hari pergi bersekolah, apabila kita hanya baik di sekolah saja sementara di luar sekolah kepribadian kita justru buruk, usaha belajar kita artinya tak bermanfaat. Hanya diri kita dan Tuhan yang sebenarnya paling mengetahui diri kita sendiri. Kita “wajib” untuk mengendalikan diri walau di dilingkungan manapun supaya kita tidak termakan oleh zaman, dan pembelajaran di sekolah tak terbuang sia-sia. Ketiga, kepribadian kecerdasan. Tak jauh berbeda dengan pengendalian diri, orang cerdas adalah orang yang mampu memanfaatkan sebagian otaknya yang tidak sempurna untuk hal-hal baik. Seperti berguna bagi sesame dan di masyarakat. Keempat, Akhlak mulia. Walau setiap hari beribadah sesuai agama kita masing-masing, seharusnya akhlak kita juga ikut membaik. Jadi, ibaratnya tidak hanya formalitas semata. Terakhir, Keterampilan. Setelah akhlak mulia, kita perlu mendedikasikan pengetahuan kita untuk berkarya. Di samping untuk menggali bakat kita, pendidikan yang kita tempuh menjadi terlaksana secara praktek.
Melihat makna dari undang-undang di atas dan susahnya pendidikan era dulu, seharusnya dapat menjadikan kita warga negara yang peduli dengan pendidikannya. Serta tidak mengotori pendidikan itu dengan tindakan buruk  yang sejatinya dapat merusak perjuangan keras para pahlawan demi memajukan pendidikan di Indonesia. Karena, “Bangsa yang besar tidak akan pernah melupakan sejarahnya (Ir. Soekarno).
                             
                                                                                      


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Kasus Dengan Teori Erikson

1.       TAHAPAN PERKEMBANGAN MENURUT ERIKSON a.       Masa bayi: Rasa percaya vs Rasa tidak percaya Dalam tahap ini, bayi berusaha ke...