Secuil Renungan Untuk Pendidikan di Negeriku
Pendidikan
merupakan jalan bagi bangsa ini untuk menjajaki kehidupan dari zaman satu ke
zaman lainnya. Tak bisa dipu pengaruh pendidikan sangat signifikan dari zaman
kebodohan di era penjajahan. Belanda, Jepang, dan Inggris tercatat pernah
memanfaatkan bangsa kita.. Seperti Belanda digambarkan sesosok penjajah
bertangan besi nan bengis. Bagaimana tidak, bangsa kita tempo dulu dipaksa
melakukan proyek pembangunan jalan dan tidak pernah diberi makan. Bahkan banyak
di antara mereka yang meninggal saat itu juga.
Namun
ternyata di balik kekejaman bangsa Belanda, mereka masih memberikan sedikit
hatinya agar rakyat bisa sedikit mengenyam pendidikan. Sudah dapat ditebak,
yang mendapatkan sedikit kebaikan
Belanda hanya anak-anak keturunan ningrat/ raja-raja pribumi.
Menengok
ke era tempo dulu, apakah pantas kita sebagai bangsa pribumi menyia-nyiakan
karunia di era saat ini? Kita memang tidak pernah melihat secara langsung
bagaimana para penjajah membodohi bangsa ini. Kita hanya mendapatkan informasi
terkait hal tersebut dari beberapa kisah kakek, nenek, dari pelajaran sekolah,
literatur-literatur dari perpustakaan atau internet, dan beberapa peninggalan
zaman penjajahan dulu.
Sudah
sangat jelas dalam UU. NO. 20 Tahun 2003, bahwa” pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian
kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan.”
Kita
patut bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia sudah bisa memiliki
undang-undangnya sendiri tentang pendidikan. Dibandingkan saat era penjajahan,
bisa dikatakan hal ini “mustahil” untuk dilakukan. Definisi pendidikan yang
tercantum di undang-undang tersebut, sebagai bukti bahwa kini kita sudah
terbebas dari penjajahan, terutama belenggu penjajahan terhadap pendidikan.
Jadi,
apakah masih “tega” kah untuk menganggap remeh pendidikan? Jika masih, artinya
kita bukanlah bangsa yang beradab. Karena, kita sengaja berpura-pura melupakan
suramnya pendidikan pada masa penjajahan dan melupakan perjuangan keras para
pahlawan kita.
Adapun
untuk dijadikan renungan pada diri kita masing-masing, makna UU NO. 20 Tahun
2003 perlu ditelaah lagi. Pertama, Pendidikan
difungsikan untuk membentuk kekuatan spiritual
keagamaan, yakni pendidikan tak hanya berkutit pada hal akademis saja,
melainkan harus dibai’at oleh hubungan dengan sang pencipta. sehingga walau
sepandai-pandaianya kita, kita harus mengingat kelak kita akan kembali lagi
kepada-Nya. Kedua, pengendalian diri.
Yaitu walau kita sudah merdeka dan setiap hari pergi bersekolah, apabila kita
hanya baik di sekolah saja sementara di luar sekolah kepribadian kita justru
buruk, usaha belajar kita artinya tak bermanfaat. Hanya diri kita dan Tuhan
yang sebenarnya paling mengetahui diri kita sendiri. Kita “wajib” untuk
mengendalikan diri walau di dilingkungan manapun supaya kita tidak termakan
oleh zaman, dan pembelajaran di sekolah tak terbuang sia-sia. Ketiga, kepribadian kecerdasan. Tak jauh
berbeda dengan pengendalian diri, orang cerdas adalah orang yang mampu
memanfaatkan sebagian otaknya yang tidak sempurna untuk hal-hal baik. Seperti
berguna bagi sesame dan di masyarakat. Keempat,
Akhlak mulia. Walau setiap hari beribadah sesuai agama kita masing-masing,
seharusnya akhlak kita juga ikut membaik. Jadi, ibaratnya tidak hanya
formalitas semata. Terakhir,
Keterampilan. Setelah akhlak mulia, kita perlu mendedikasikan pengetahuan kita
untuk berkarya. Di samping untuk menggali bakat kita, pendidikan yang kita
tempuh menjadi terlaksana secara praktek.
Melihat
makna dari undang-undang di atas dan susahnya pendidikan era dulu, seharusnya
dapat menjadikan kita warga negara yang peduli dengan pendidikannya. Serta
tidak mengotori pendidikan itu dengan tindakan buruk yang sejatinya dapat merusak perjuangan keras
para pahlawan demi memajukan pendidikan di Indonesia. Karena, “Bangsa yang besar tidak akan pernah
melupakan sejarahnya (Ir. Soekarno).
Komentar
Posting Komentar