Materi Pendidikan


A.    Surat Luqman Ayat 12-19
1.      Ayat Al-Qur’an Surat Luqman Ayat 12-19
وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗ وَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِه ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ (١٢) وَإِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (۱۳) وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ ۚ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصٰلُهُ فِي عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَ ۗ اِلَيَّ الْمَصِيرُ (۱٤) وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰۤى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖ وَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ ۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (۱۵) يٰبُنَيَّ اِنَّهَاۤ اِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِيْ صَخْرَةٍ اَوْ فِى السَّمٰوٰتِ اَوْ فِى الْاَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (۱٦) يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَاۤ اَصَابَكَ ۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ (۱٧) وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًا ۗ اِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ ۚ (۱٨) وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)

2.      Mufrodat (Kosa Kata)

الْحِكْمَةَ
Hikmah
مُخْتَالٍ
Orang yang sombong
يَعِظُهُ
Member pelajaran kepadanya
فَخُورٍ
Kebanggaan diri
وَهْنًا
Kelelahan
وَاقْصِدْ
Dan sederhanakanlah
وَفِصَالُهُ
Dan ia menyapihnya
وَاغْضُضْ
Dan lunakkanlah
تُصَعِّرْ
Kau memalingkan
أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ
Seburuk-buruk suara
مَرَحًا
Angkuh


3.      Terjemahan
Ayat 12. Dan sungguh, telah kami berikan hikmah kepada lukman, yaitu, “ Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur, maka seseungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.
Ayat 13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ayat 14. Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.
Ayat 15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah ke-duanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Ayat 16. (Lukman berkata), “wahai anakku! Sunguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti.
Ayat 17. Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarkanlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.
Ayat 18. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Ayat 19. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai.[1]

4.      Tafsir
Ayat 12. Menerangkan bahwa Allah menganugerahkan kepada Lukman hikmah, yaitu perasaan yang halus, akal pikiran dan kearifan yang dapan menyampaikannya kepada pengetahuan yang hakiki dan jalan yang benar menuju kebahagiaan abadi. Oleh karena itu, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya nikmat itu. Hal itu menunjukan bahwa pengetahuan dan ajaran-ajaran yang disampaikan Lukman itu bukanlah berasal dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya, tetapi semata-mata berdasarkan ilmu dan hikmah yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang yang bersyukur kepada Allah, berarti ia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebab, Allah akan menganugerahkan kepadanya pahala yang banyak karena syukurnya itu. Allah berfirman:
وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِه ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ
Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia. (an-Naml/27:40)
Ayat 13. Allah mengingatkan kepada Rasulullah nasihat yang pernah diberikan Lukman kepada putranya ketika ia memberikan pelajaran kepadanya. Nasihat itu ialah , “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)   benar-benar kezaliman yang besar.”
Jika diperhatikan susunan kalimat ayat ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Lukman melarang anaknya menyekutukan Tuhan. Larangan ini adalah sesuatu yang memang patut disampaikan Lukman kepada putranya karena menyekutukan Allah perbuatan dosa yang paling besar.
Ayat 14. Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tuannya dengan berusaha melaksanakan perintah-perintahnya dan mewujudkan keinginannya. Pada ayat-ayat lain, Allah juga memerintahkan yang demikian firmannya:
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلاَّ تَعْبُدُوْا اِلاَّۤ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًا
Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. (al-Isra’, 17:23)
Hal-hal yan menyebabkan seorang anak diperintahkan berbuat baik kepada ibu adalah:
a.       Ibu mengandung seorang anak sampai ia dilahirkan. Selama masa mengandung itu, ibu menahan dengan sabar penderitaan yang cukup berat, dan ibu semakin lemah, sampai ia melahirkan. Kekuatan barunya baru pulih setelah habis masa nifas.
b.      Menysui anaknya sampai usia dua tahun. Banyak penderiataan dan kesukaran yang dialami dalam masa menyusukan anaknya. Hanya Allah yang mengetahui segala penderitaan itu.
Dalam ayat ini yang disebutkan hanya alasan mengapa seorang anak harus taat dan berbuat baik kepada ibunya, tidak disebutkan apa sebabnya seorang anak harus taat dan berbuat baik kepada bapaknya. Hal ini menunjukkan bahwa kesukaran dan penderitaan ibu dalam mengandung, memelihara, dan mendidik anaknya jauh lebih berat bila dibandingkan dengan penderitaan yang dialami bapak dalam memelihara anaknya. Penderitaan itu tidak hanya berupa pengorbanan sebagian dari waktu hidupnya untuk memelihara anaknya tapi juga penderitaan jasmani dan rohani. Seorang ibu juga menyediakan zat-zat penting dalam tubuhnya untuk makan anaknya selama anaknya masih berupa janin di dalam kandungan.
Pada akhir ayat ini, Allah memperingatkan bahwa manusia akan kembali kepada-Nya, bukan kepada orang lain. Pada saat itu, dia akan memberikan pembalasan yang adil kepada hamba-hamba-Nya. Perbuatan baik akan dibalas pahala yang berlipat ganda berupa syurga, sedangkan perbuatan jahat akan dibalas dengan azab neraka.
Ayat 15. Menerangkan bahwa dalam hal tetentu, seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk menyukutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sepanjang pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri, manusia harus mengesakan Tuhan.
Selanjutnya Allah memerintahkan agar seorang anak tetap bersikap baik kepada kedua ibu bapaknya dalam urusan dunia, seperti menghormati, menyenangkan hati, serta memberi pakaian dan tempat tinggal yang layak baginya, walaupun mereka memaksanya mempersekutukan tuhan atau melakukan dosa yang lain.
Pada ayat lain diperingatkan bahwa seorang anak wajib mengucapkan kata-kata yang baik kepada ibu bapaknya. Jangan sekali kali bertindak atau ,mengucapkan kata-kata yang menyinggung hatinya, sekalipun hanya kata-kata “ah”. Allah berfirman:
فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا اُفٍّ
…. Maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”. (al-Isra’/17:23)
Pada akhir ayat ini kaum muslimin diperintahkan agar mengikuti jalan orang yang menuju kepada Allah, Tuhan Yang Maha Semesta, dan tidak mengikuti orang yang menyekutukan-Nya dengan makhluk.  Kemudian ayat ini ditutup dengan perintah dari Allah bahwa hanya kepadanya manusia kembali, dan dan ia akan memberitahuakan apa-apa yang telah mereka kerjakan selama hidup didunia.
Ayat 16. Lukman berwasiat kepada anaknya agar beramal dengan baik karena apa yang dilakukan manusia, dari yang besar sampai yang sekecil-kecilnya, yang tampak dan yang tidak tampak, yang terlihat dan yang tersembunyi, baik dilangit maupun yang dibumi, pasti diketahui Allah. Oleh karena itu, Allah pasti akan memberikan balasan yang setimpal dengan perbuatan manusia itu. Perbuatan baik akan dibalas dengan surge, sedangkan perbuatan jahat dan dosa akan dibalas dengan neraka. Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu dan tidak ada yang luput sedikitpun dari pengetahuan-Nya.
Ayat 17. pada ayat ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut :
a.       Selalu mendirikan sholat dengan sebaik-baiknya, sehingga diridhoi Allah. Jika sholat yang dikerjakan itu diridhoi Allah, perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
b.      Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridhoi Allah, berusaha membersihkan jiwa, dan mencapai keberuntungan, serta mencegah mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa.
c.       Selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.
Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah memerintahkan tiga hal tersebut diatas karena merupakan pekerjaan yang amat besar faedahnya bagi yang mengerjakannyadan member manfaat didunia dan di akhirat
Ayat 18-19. Kedua ayat ini menerangkan lanjutan wasiat Lukman kepada anaknya, yaitu agar anaknya berbudi pekerti yang baik, dengan cara:
·         Jangan sekali-kali bersifat angkuh dan sombong, membanggakan diri dan memandang rendah orang lain.
·         Hendaklah berjalan secara wajar, tidak dibuat-buat dan kelihatan angkuh atau sombong, dan lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tentram hatinya.bebicara dengan sikap kers, angkuh, dan sombaong dilarang Allah karena gaya bicara yang semacam itu tidak enak didengar, menyakitkan hati dan telinga. Hal itu di ibaratkan Allah dengan suara keledai yang tidak nyaman didengar.[2]

5.      Asbabun Nuzul
Pada ayat 12-19 dari surat Luqman, tidak ditemukan sebab turunnya ayat tersebut, namun dalam ayat ke 13 dalam tafsir al-Misbah diriwayatkan bahwa Suwayd ibn ash-Shamit suatu ketika datang ke Makkah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat di kalangan masyarakatnya. Lalu Rasulullah mengajaknya untuk memeluk agama Islam. Suwayd berkata kepada Rasulullah, “Mungkin apa yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku.” Rasulullah berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia menjawab, “Kumpulan hikmah Lukman.” Kemudian Rasulullah berkata, “Sungguh perkataan yang amat baik ! Tetapi apa yang ada padaku lebih baik dari itu. Itulah al-Qur’an yang diturunkan Allah kepadaku untuk menjadi petunjuk dan cahaya.” Rasulullah lalu membacakan al-Qur’an kepadanya dan mengajaknya memeluk Islam.[3]
Kemudian menurut Sayid Qutb bahwa ayat 13 yang menjelaskan tentang tauhid, inilah hakikat yang ditawarkan oleh nabi Muhammad saw kepada kaumnya. Namun, mereka menentangnya dalam perkara itu, dan meragukan maksud baiknya di balik tawarannya. Mereka takut dan khawatir bahwa di balik tawaran itu terdapat ambisi Muhammad SAW. untuk merampas kekuasaan dan kepemimpinan atas mereka. Kemudian pada ayat ke 14 dan 15 menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat. Seorang ibu yang dengan tabiatnya harus menanggung beban yang lebih berat dan lebih kompleks. Namun, luar biasa, ia tetap menanggungnya dengan senang hati dan cinta yang lebih dalam, lembut, dan halus. Diriwayatkan oleh Hafidz Abu Bakar al-Bazzar dalam musnadnya dengan sanadnya dari Buraid dari ayahnya bahwa seseorang sedang berada dalam barisan tawaf menggendong ibunya untuk membawanya bertawaf. Kemudian dia bertanya kepada Nabi Muhammad saw, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Rasulullah menjawab, “Tidak, walaupun satu tarikan nafas.”[4]
Diriwayatkan bahwa ayat 15 ini diturunkan berhubungan dengan Sa’ad bin Abi Waqqas, ia berkata, “Tatkala aku masuk Islam, ibuku bersumpah bahwa beliau tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan agama Islam itu. Untuk itu pada hari pertama aku mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau menolaknya dan tetap bertahan pada pendiriannya. Pada hari kedua, aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau masih tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga, aku mohon kepada beliau agar mau makan dan minum, tetapi tetap menolaknya. Oleh karena itu, aku berkata kepadanya, Demi Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa dan keluar satu persatu di hadapan saya sampai ibu mati, aku tidak akan meninggalkan agama yang aku peluk ini. Setelah ibuku melihat keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliaupun mau makan.”[5]

6.      Kesimpulan
a.       Allah telah memberikan hikmah dan kearifan kepada Lukman. Oleh karena itu, ia selalu bersyukur dan memanjatkan puji kepada-Nya.
b.      Bersyukur kepada Allah bukan untuk kepentingan-Nya, tetapi faedahnya akan diperoleh orang yang bersyukur itu sendiri, karena Allah akan menambah nikmat kepada orang yang bersyukur kepada-Nya.
c.       Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut:
Mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain; berbakti kepada orang tua sepanjang keduanya tidak menyuruh berbuat maksiat kepada Allah; beramal soleh; selalu medirikan salat; mengajak manusia berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan munkar; dan tidak sombong.

B.     Surat Al-Gasyiyah Ayat 17-20
1.      Ayat Al-Qur’an Surat Al-Gasyiyah Ayat 17-20
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (١٧) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (١٨) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (٢٠)(١٩) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
2.      Mufrodat

يَنْظُرُونَ
Mereka melihat/memperhatikan
الْجِبَالِ
Gunung
الْإِبِلِ
Unta
نُصِبَتْ
Ditegakkan
خُلِقَتْ
Diciptakan
الْأَرْضِ
Bumi
السَّمَاءِ
Langit
سُطِحَتْ
Dihamparkan
رُفِعَتْ
Ditinggalkan


3.      Terjemahan Ayat
Ayat 17. Maka tidaklah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?
Ayat 18. Dan langit, bagaimana ditinggikan?
Ayat 19. Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?
Ayat 20. Dan bumi bagaimana dihamparkan?

4.      Tafsir
Dalam ayat 17-20 ini, Allah mempertanyakan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta, yang ada di depan mata mereka dan dipergunakan setiap waktu, diciptakan. Bagaimana pula langit yang berada di tempat yang tinggi tanpa tiang; bagaimana gunung-gunung dipancangkan dengan kukuh, tidak bergoyang dan dijadikan petunjuk bagi orang yang dalam perjalanan. Di atasnya terdapat danau dan mata air yang dapat dipergunakan untuk keperluan manusia, mengairi tumbuh-tumbuhan, dan member minum binatang ternak. Bagaimana pula bumi dihamparkan sebagai tempat tinggal bagi manusia.[6]
Apabila mereka telah memperhatikan semua itu dengan seksama, tentu mereka akan mengakui bahwa penciptanya dapat membangkitkan manusia kembali pada hari Kiamat.

5.      Asbabun Nuzul
Sebab turunnya ayat tersebut adalah ketika turun ayat tentang siksaan neraka dan nikmat surga di awal surat Al Ghasyiyah, orang-orang kafir takjub dan menganggap aneh hal itu maka Allah menurunkan ayat lanjutannya yang menyuruh memperhatikan benda-benda di alam sekitar agar bisa memahami kebenaran akan akhirat nanti. At Tabrisyi mengemukakan sebuah hadist dari Ubay bin Ka'ab bahwa Nabi Muhammad Saw.bersabda, "Barang siapa membaca surat Al Ghasyiyah maka Allah menghisabnya dengan hisab yang ringan."[7]

6.      Kesimpulan
a.       Hendaknya manusia memperhatikan bagaimana Tuhan menciptakan makhluk-mahkluk-Nya
b.      Mereka mengakui bahwa penciptanya dapat membangkitkan mereka kembali pada hari Kiamat.

C.    Hadits
1.      Hadits Kewajiban Ayah Terhadap Anaknya
حَقُّ الْوَلَدِ عَلٰى وَالِدِهِ أَنْ يُحْسِنَ اسْمَهُ وَأَدَبَهُ؛ وَأَنْ يُعَلِّمَهُ الْكِتَابَةَ وَالسِّبَاحَةَ وَالرِّمَايَةِ؛ وَأَنْ لاَ يَرْزُقَهُ إِلاَّطَيِّبًا، وَأَنْ يُّزَوِّجَهُ إِذَا أَدْرَكَ. (رواه الحاكم)
2.      Mufrodat (Kosa Kata)
وَالسِّبَاحَةَ
Dan berenang
وَالرِّمَايَةِ
Dan memanah
3.      Terjemahan Hadits
Kewajiban seorang ayah terhadap anaknya, hendaknya ia member nama yang baik dan mendidiknya dengan baik, hendaknya mengajarkan menulis, berenang, dan memanah, hendaknya tidak memberikan nafkah kecuali rezeki yang halal dan hendaknya menikahkannya apabila usiannya telah cukup.[8]

4.      Tafsir Hadits
Idzaa adraka ( إِذَ أَدْرَكَ ), apabila si anak telah mencapai usia baligh, maksutnya telah mencapai usia yang cukup matang untuk kawin.
Yang dimaksud dengan mengajri anak untuk berenang dan memanah ialah sebagai latihan sejak usia dini agar bila anak tersebut dewasa dapat berjuang di jalan Allah.
Thayyiban ( طَيِّبًا ), yang baik, maksudnya rezeki yang halal. Dikatakan demikian karena dalam hadis lainNabi Saw. pernah bersabda: “ Daging yang tumbuh dari hasil yang haram, tempat yang paling layak untuknya ialah neraka.”
Kewajiban orang tua terhadap anaknya ada empat perkara, yaitu memberikan nama yang baik dan mendidiknya dengan akhlak yang baik, mengajarinya menulis (dan membaca), berenang, dan memanah, memberikan nafkah dari hasil yang halal, dan mengawinkannya bila telah cukup usia.
5.      Kesimpulan
Dalam hadits ini seorang anak berhak memiliki 4 aspek pendidikan dari orang tuanya yaitu:
a.       Pendidikan menulis. Dalam pendidikan menulis, anak bisa menggunakan tangannya untuk berekspresi dan mengenal huruf-huruf bacaan sehingga dapat mengembangkan wawasan anak.
b.      Pendidikan berenang. Berenang dianjurkan agar anak dapat menjalankan kehidupan seimbang, untuk mempertahankan hidup, dan melatih mental untuk bertahan dan melindungi diri agar tidak tenggelam, tidak mudah menyerah. Sehingga dapat menanamkan kesabaran anak.
c.       Pendidikan memanah. Memanah dianjurkan untuk menanamkan rasa patriotisme dan bersungguh-sungguh dalam mencapai tujuan hidup.
d.      Pendidikan ekonomi. Pendidikan di mana orang tua di anjurkan dapat memberikan rizki yang halal, karena rizki yang di dapat dan di nikmati oleh anak akan mempengaruhi terhadap keadaan serta karakter di masa depannya atau masa yang akan dating.



Daftar Pustaka

Kementrian Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), jilid VII, hlm. 547-557
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 10, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 125
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz Salim basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI, hlm.174
Kementrian Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), jilid X Juz 28-29-30. hlm. 647.
Sayyid Ahmad Al-HAsyimi, Syarah Mukhtaarul Ahaadiits (Hadis-hadis Pilihan Berikut Penjelasannya), (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993), hlm.416
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, 1993, Tafsir Al-Maraghi Juz XXX, terjemah oleh Bahrun Abu Bakar, Semarang: TOHA PUTRA.



[1] Kementrian Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), jilid VII Juz 19-20-21, hlm. 545-546
[2] Kementrian Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), jilid VII Juz 19-20-21, hlm. 547-557
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 10, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 125
[4] Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz Salim basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI, hlm.174

[5] Kementrian Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), jilid VII Juz 19-20-21. hlm. 553-554
[6] Kementrian Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya jilid X Juz 28-29-30, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),. hlm. 647.
[7] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz XXX, terjemah oleh Bahrun Abu Bakar (Semarang: TOHA PUTRA, 1993). hlm. 138.
[8] Sayyid Ahmad Al-HAsyimi, Syarah Mukhtaarul Ahaadiits (Hadis-hadis Pilihan Berikut Penjelasannya), (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993), hlm.416

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ilmu Nasikh dan Mansukh

Analisis Kasus Dengan Teori Erikson

Laporan Kuliah Kerja Lapangan Bali 2018